Ensiklopedia Filsafat Widya Sasana
| Tentang EFWS

BELABOR (Dayak Lebang Nado, Kalimantan Barat)


Belabor merupakan upacara yang masih dihidupi oleh masyarakat Dayak Lebang Nado hingga saat ini. Setiap kali buah-buahan mulai berbunga, maka masyarakat Dayak Lebang Nado akan mengadakan upacara Belabor ini. Upacara Belabor merupaka upacara yang mengungkapkan sebuah pengharapan akan berhasilnya pohon buah-buahan yang sedang berbunga, sehingga nantinya menghasilkan buah yang baik dan melimpah. Upacara ini akan diadakan pada tengah malam hari. Bisaanya juga pada saat malam bulan purnama. Bagi masyarakat Dayak Lebang Nado, alam adalah rumah keduanya, yang menyediakan segala kebutuhan hidupnya. Sebagian hidupnya ia habiskan di alam. Mulai pagi sampai sore hari ia berkawan dengan alam. Masyarakat Dayak Lebang Nado hidup dari alam. Karena alam telah menyediakan segala hal yang menjadi kebutuhan hidup manusia, maka alam harus dihormati dan dihargai, dengan cara memperlakukannya sebaik mungkin. Hubungan yang deka tantara manusia dengan alam dipandang oleh masyarakat Dayak Lebang Nado sebagai sebuah berkat. Suku Dayak Lebang Nado merupakan salah sub suku Dayak yang tinggal di Pulau Kalimantan Barat. Secara umum, suku Dayak Lebang Nado tinggal di sekitar kaki bukit Lalau Batu. Secara Geografis bukit Lalau Batu tidak jauh letaknya dari Bukit Kelam. Selain itu, suku Dayak Lebang Nado juga tinggal di sepanjang pinggir Sungai Inggar dan Sungai Nuak. Kedua sungai ini adalah anak dari Sungai Kayan, sedangkan sungai Kayan adalah anak dari sungai Melawi. Sungai melawi merupakan anak dari sungai Kapuas, yang merupakan sungai terbesar di Kalimantan Barat. Suku Dayak Lebang Nado ini tersebar di 17 kampung. Ketujuh belas kampung itu ada di kecamatan Kayan Hilir dan Kecamatan Dedai, Kabupaten Sintang (Alloy, dkk. 2008: 220).

Upacara Belabor ini sangat menarik karena melibatkan seluruh masyarakat di kampung yang mengadakan upacara tersebut. Bapak-bapak dan anak-anak laki-laki yang sudah cukup dewasa bisaanya akan pergi ke hutan untuk mencari beberapa batang kayu khusus yang akan di buat menjadi Pentik. Pentik adalah orang-orangan yang terbuat dari kayu. Kayu yang digunakan adalah kayu khusus yang sudah menjadi tradisi turun temurun masyarakat Dayak Lebang Nado dalam upacara Belabor. Pentik ini diyakini sebagai representasi manusia. Pentik ini akan ditanam di hutan. Masyarakat Dayak Lebang Nado meyakini bahwa roh-roh penguasa alam semesta dapat berjumpa dengan manusia melalui Pentik ini. Pentik dianggap sebagai penjaga kehidupan masyarakat dari marabahaya. Pentik bisaanya diletakkan di jalan masuk suatu perkampungan untuk menangkal segala macam marabahaya yang masuk ke perkampungan masyarakat (Hartono: 2011). Pentik akan dibuat sebanyak jumlah anggota keluarga. Sedangkan ibu-ibu dan anak-anak perempuan yang sudah cukup dewasa akan sibuk dengan urusan dapur: memasak, membuat kue-kue tradisional, membuat sesajen yang akan digunakan dalam upacara Belabor tersebut. Sesajen yang dibuat terdiri dari kue-kue tradisional, nasi, daging (bisaanya ayam atau babi), sayur, dsb. Pendek kata, dalam upacara ini, semua anggota masyarakat terlibat.

Prosesi upacara ini dimulai dengan berkumpulnya warga di rumah ketua adat. Semua warga membawa semua perlengkapan yang dibutuhkan dalam upacara tersebut, seperti Pentik, sesajen, dan masakan. Semua perlengkapan itu akan dikumpulkan menjadi satu. Ketua adat akan membacakan mantra yang bertujuan supaya semua sesajen dan perlengkapan dalam upacara tersebut diterima oleh roh-roh yang menguasai alam semesta. Selanjutnya ketua adat akan mengajak semua warga untuk menuju sungai. Di tepi sungai upacara belabor itu dilakukan. Semua sesajen dan perlengkapan upacara diletakkan dalam sebuah rakitan dari batang pohon pisang. Selain sesajen, terdapat juga seekor ayam yang masih hidup diikat di atas rakit tersebut. Setelah ketua adat membacakan mantra, rakit tersebut dihanyutkan di sungai. Setelah itu upacara selesai.

Upacara belabor ini menyiratkan makna yang sangat kaya dan mendalam. Seperti yang sudah dikatakan di atas, dalam keyakinan suku Dayak Lebang Nado (dan juga Dayak pada umumnya), alam dan manusia memiliki hubungan yang dekat. Orang Dayak Lebang Nado percaya akan keberadaan roh-roh yang menguasai alam semesta. Alam juga memiliki tuan yang mendiaminya. Karena itu alam harus dihargai dan dihormati, termasuk juga menghormati dan menghargai roh-roh yang mendiaminya. Hubungan manusia Dayak dengan tanah dan dengan hutan sangat erat dan semuanya itu terungkap dalam system adat. Di samping keterlibatan dan kebersamaan selaku makhluk mitis seperti yang telah kita lihat dari mitos-mitos penciptaan, juga adanya rasa terima kasih kepada bumi dan hutan agar tidak kehilangan daya pertumbuhannya yang mengakibatkan kerusakan manusia. Oleh Karena itu diperlukan perlakuan-perlakuan atau ketentuan-ketentuan yang mengatur agar keseimbangan dan keserasian tetap terpelihara (Florus, dkk. 1994: 13). Dengan demikian, upacara Belabor ini merupakan upacara penghormatan dan penghargaan orang Dayak Lebang Nado terhadap alam semesta dan roh-roh yang mendiaminya. Ketika orang dayak berharap agar buah-buahan yang mulai berbunga itu akan menghasilkan buah yang baik dan melimpah, maka mereka pertama-tama menunjukkan rasa hormat kepada alam dan roh-roh yang mendiaminya. Sesajen-sesajen yang diletakkan di atas rakit merupakan ungkapan pemberian dan solidaritas manusia kepada roh-roh alam semesta. Sementara ayam yang masih hidup merupakan simbol pemberian manusia kepada roh-roh halus dalam rupa darah. Darah menjadi sangat penting dalam keyakinan suku Dayak pada umumnya. Dalam proses rekonsiliasi dengan sesama atau dengan alam, darah harus ada. Darah yang dipakai adalah darah binatang. Darah adalah simbol rekonsiliasi yang senantiasa mengungkapkan hubungan erat antara manusia dan alam semesta. Ketika hubungan antara manusia dan alam semesta dan roh-roh yang mendiaminya terjalin baik, maka masyarakat dayak percaya bahwa segala harapan dan apa saja yang dia minta akan diberikan dan menghasilkan buah yang melimpah sesuai apa yang diharapkan. Orang dayak dikenal sangat dekat dengan alam sekitarnya sehingga sistem kepercayaan, nilai-nilai budaya, dan kehidupan sehari-hari tidak dapat dipisahkan dari pemahamannya tentang alam sekitar (Muhrotien 2012: 20). Masyarakat dayak pada dasarnya tidak pernah berani merusak tanah dan hutan secara intensional. Hutan, tanah, sungai, dan seluruh lingkungannya adalah bagian dari hidup itu sendiri. Sebelum mengambil sesuatu dari alam, manusia Dayak selalu memberi terlebih dahulu (Florus, dkk. 1994: 13). Bila ditelisik lebih jauh, hubungan antara manusia Dayak dengan alam tidak hanya mengungkapkan rasa hormat manusia pada alam, melainkan juga merupakan pengakuan manusia Dayak akan Sang Penguasa Alam Semesta atau Sang Pencipta (Jubata), yang telah memberikan kebutuhan dan keperluan sehari-hari manusia Dayak Lebang Nado.

  • Bibliografi
  • Info Penulis
  • Lihat Juga

  • Bibliografi

    • Alloy, Surjani, dkk., 2008. Mozaik Dayak: Keberagaman Subsuku dan Bahasa Dayak di Kalimantan Barat, Institut Dayakologi: Pontianak.
    • Florus, Paulus, dkk., 1994. Kebudayaan Dayak: Aktualisasi dan Transformasi, Gramedia: Jakarta.
    • Hartono, Hermanus, 2011. Pentik dan Terimpak Budaya Leluhur Suku Dayak Mualang dan Kerabat, dlm http://sempitak.blogspot.co.id/2011/02/pentik-dan-terimpak-budaya-leluhur-suku.html (diakses 6 Maret 2017)
    • Muhrotien, Andreas, 2012. Rekonstruksi Identitas Dayak, TICI Publication: Yogyakarta.

    Info Penulis

    Penulis adalah mahasiswa STFT Widya Sasana program Magister Filsafat : Kosentrasi Filsafat Sistematis


    Lihat Juga

    BELABOR (Dayak Lebang Nado, Kalimantan Barat)  GAWAI (Dayak Lebang Nado, Kalimantan Barat)  NYANGKELAN (Dayak Lebang Nado, Kalimantan Barat)  TUAK PEKEJANG (Dayak Lebang Nado, Kalimantan Barat) 

    Oleh :
    Robertus Moses (robertmoseslazaris@gmail.com)