Bohajat (Dayak Uud Danum Kalbar: Upacara Bernazar/Berdoa)
Bohajat merupakan upacara adat untuk berdoa kepada roh/makhluk penghuni pohon-pohon besar ataupun sungai agar dikabulkan permintaannya (Bdk. Jumadi dkk. 2016). Bohajat ini dalam bahasa Indonesia bisa disamakan dengan bernazar. Suku Dayak Uud Danum di Kec. Serawai-Ambalau (Kab. Sintang, Kalbar) mengadakan ritual Bohajat agar niat, doa dan harapan mereka bisa dikabulkan. Ritual ini dilaksanakan sesuai dengan konteks lingkungan hidup masyarakat Dayak Uud Danum yang berada di pinggirang sungai dan hutan rimba Kalimantan Barat.
Bohajat terdiri atas dua rangkaian upacara yaitu Gantung Hajat dan Balas Hajat. Upacara ini bisa dilakukan oleh siapa saja. Dalam upacara Gantung Hajat, seseorang bisa berdoa untuk kesembuhan, kesuksesan ataupun keinginan lainnya. Namun tidak sekadar berdoa, Bohajat juga mengandung unsur pemenuhan janji dari pihak yang mengadakan Bohajat. Pemenuhan janji ini disebut dengan Balas Hajat.
Upacara Gantung Hajat ini biasanya selalu dilakukan di dalam rumah orang yang berhajat. Tuan rumah yang berhajat akan mengundang seorang pemimpin yang mengerti upacara Gantung Hajat ini, biasanya para tetua adat. Barang-barang yang menjadi persyaratan dalam upacara Gantung Hajat ini adalah ayam, pinang-sirih, rokok dan nasi. Selain itu, pemimpin upacara akan menggunakan beras kuning untuk memanggil Lebata (roh halus berwujud ular besar) jika ingin Bohajat di sungai, dan Gana (roh halus penghuni pohon besar) jika ingin Bohajat kepada pohon besar (biasanya Beringin).
Pemimpin upacara akan memomang (berbicara dengan roh halus) agar doa dan harapan orang yang berhajat dapat tersampaikan. Biasanya orang yang berhajat akan bernazar jika apa yang ia doakan terkabulkan. Misalnya, jika doanya dikabulkan, ia akan menyembelih babi sebagai kurban Balas Hajat. Upacara Gantung Hajat biasanya diakhiri dengan makan bersama antara keluarga yang berhajat dengan pemimpin upacara.
Setelah Gantung Hajat, keluarga akan menunggu beberapa waktu sampai doanya dikabulkan. Jika doanya tersebut sudah dikabulkan, orang yang berhajat wajib melakukan Balas Hajat. Balas Hajat adalah upacara memenuhi nazar yang diucapkan oleh keluarga yang berhajat. Balas Hajat ini harus dilakukan di tempat dimana roh halus yang menjadi tujuan Bohajat dulunya berdiam. Jika ia Bohajat kepada Lebata, ia harus melakukan upacara Balas Hajat di sungai. Jika ia melakukannya kepada Gana, ia harus Balas Hajat di pohon besar atau pohon Beringin.
Upacara Balas Hajat ini bisa diikuti oleh banyak orang. Pemimpin upacaranya tetaplah orang yang dulu memimpin upacara pada saat Gantung Hajat. Hal yang membedakan Gantung Hajat dengan Balas Hajat adalah jika pada saat Gantung Hajat ia menyembelih ayam, maka pada saat Balas Hajat ia harus menyembelih babi. Jika sebelumnya ia menyembelih babi, maka pada saat Balas Hajat ia harus menyembelih sapi.
Sesajen yang disiapkan dalam upacara Balas Hajat ini agak berbeda dengan yang disiapkan pada saat Gantung Hajat, yaitu tuak, beras pulut, nasi, sayur, pinang-sirih dan juga lembaran uang (Rp 50.000,- atau Rp 100.000,-). Orang yang berhajat juga harus memberikan pakaian baru kepada pemimpin upacara Balas Hajat tersebut.
Upacara Balas Hajat pada dasarnya merupakan upacara terima kasih kepada Lebata atau Gana yang sudah mengabulkan doa orang yang Bohajat. Dalam hal ini, ucapan terima kasih tersebut disampaikan oleh pemimpin upacara yang pandai memomang. Jika upacara ini dilakukan di darat (dekat pohon besar), orang yang Bohajat harus membuat pondok-pondokan kecil dari kayu agar sesajen dapat diletakkan di dalam pondok tersebut. Setelah itu, sesajen yang diletakkan tersebut ditutupi menggunakan kain panjang (tapis). Upacara Balas Hajat ditutup dengan makan bersama dengan lauk babi yang disembelih dalam upacara tersebut. Dengan kata lain, babi yang dijadikan kurban Balas Hajat harus dimakan bersama di tempat itu juga. Daging babi itu tidak boleh dijual kepada orang lain. Upacara Balas Hajat ini penting untuk dilakukan karena jika tidak dilakukan (apalagi ketika doa sudah dikabulkan), anggota keluarga yang Bohajat akan mengalami nasib sial (biasanya berupa kematian).
Upacara Bohajat ini sebenarnya termasuk upacara di kalangan kelompok animisme atau panteisme yang berasal dari agama Kaharingan (Kamil 1985: 213). Agama Kaharingan merupakan agama asli suku Dayak (Sarwoto 1963: 34). Upacara ini dulunya sering dilakukan oleh orang Dayak Uud Danum sebelum mengenal agama. Bahkan hingga saat ini pun masih ada orang Uud Danum yang melakukan upacara Bohajat.
Dalam perspektif filosofis, upacara Bohajat menunjukkan keintiman relasi antara jiwa manusia Uud Danum dengan alam yang menjadi sumber kehidupannya. Kedekatan relasi ini tergambarkan dalam doa atau permohonan yang disampaikan oleh orang Uud Danum kepada realitas lain yang mereka percayai mengatasi realitas diri mereka. Pengingkaran atas janji “relasi” antara manusia dan alam akan berdampak fatal bagi tatanan hidup manusia itu sendiri.
Rasionalitas yang dimunculkan dalam upacara Bohajat adalah alam sebagai ibu bagi manusia Uud Danum. Ibu adalah pribadi yang selalu melindungi, membesarkan dan sekaligus sebagai sumber kehidupan bagi manusia. Bohajat dengan demikian menunjukkan sebuah relasi anak-ibu antara manusia dengan alam. Manusia Uud Danum meminta kehidupan dari alam dan alam kemudian menganugerahkan kehidupan yang layak bagi mereka.
Upacara Bohajat ini tidak hendak mengatakan “kekafiran” atau “kesesatan”. Upacara ini ingin menunjukkan kecintaan dan pengharapan manusia Uud Danum kepada alam dimana mereka lahir, bertumbuh dan mati. Upacara ini mengandaikan sebuah relasi harmonis antara manusia dan alam. Tanpa adanya relasi yang terus dijaga dan diperbaharui dalam janji-jani, kehidupan manusia Uud Danum akan tidak tertata lagi
Bibliografi
Dewan Adat Dayak (DAD) Uud Danum. 2002. Hukum Adat Masyarakat Dayak Uud Danum Kecamatan Serawai dan Ambalau. Sintang: Dewan Adat Dayak Kabupaten Sintang.
Jumadi dkk., 2016. Antropolinguistik dalam Mantra Mambuntang Masyarakat Dayak Maanyan di Lahan Basah. Banjarmasin: Universitas Lambung Mangkurat.
Kartapradja, Kamil, 1985. Aliran Kebatinan dan Kepercayaan di Indonesia. Jakarta: Yayasan Masagung.
Kertodipoero, Sarwoto, 1963. Kaharingan: Religi dan Penghidupan di Pehuluan Kalimantan. Bandung: Sumur Bandung
Lihat Juga
Trio Kurniawan (-)