Ensiklopedia Filsafat Widya Sasana
| Tentang EFWS

Hopong(Dayak Uud Danum Kalbar: Upacara Penerimaan Tamu)


Upacara Hopong merupakan upacara adat yang digunakan pada saat penerimaan tamu. Upacara ini berasal dari suku Uud Danum di Kec. Serawai dan Kec. Ambalau, Kab. Sintang, Kalbar. Kec. Serawai dan Kec. Ambalau dipisahkan oleh dua sungai yaitu sungai Melawi dan Serawai. Alloy, dalam buku Nozaik Dayak (2008: 320), menjelaskan bahwa dari sisi kebudayaan hampir tidak ada perbedaan antara Suku Uud Danum yang berada di Serawai maupun Ambalau. Perbedaan antara keduanya terletak dari segi kebahasaan. Suku Uud Danum berbahasa Cihie di sungai Serawai dan berbahasa Dohoi di hulu sungai Melawi-Ambalau (Bdk. Pascal Couderc 1988: 40-45).

Upacara Hopong terdapat juga baik di Serawai maupun Ambalau. Jika dilihat dalam perspektif yang lebih luas, upacara ini sebenarnya ada hampir di setiap suku Dayak di Kaimantan, hanya saja nama dan ritusnya berbeda-beda. Hopong merupakan “gerbang/pagar” buatan yang digunakan untuk membatasi antara tuan rumah dan tamu. Gerbang buatan ini terbuat dari beberapa barang seperti daun kelapa, kayu dan lain sebagainya.

Karena ini merupakan upacara penerimaan tamu, jelas bahwa suku Uud Danum selalu menjadi “tuan rumah” dalam upacara ini. Tamu yang diterima bisa berasal dari beragam suku. Ini berarti bahwa suku Dayak yang lain, Melayu, Jawa, Bugis dan lainnya bisa diterima menggunakan upacara Hopong. Upacara ini biasa digunakan dalam momen-momen khusus seperti pernikahan, upacara Dalok ataupun pada saat penyambutan tamu-tamu besar.

Upacara adat selalu identik dengan alat-alat yang bermakna simbolik. Alat-alat ini digunakan untuk membantu kelancara upacara dan memberikan makna mendalam dari setiap ritus. Tanpa adanya alat-alat ini, upacara Hopong akan kehilangan makna dan kesakralannya. Alat-alat yang biasa digunakan dalam upacara Hopong adalah bendera Merah-Putih, babi, tombak, takui Dalok (topi khas suku Dayak Uud Danum yang dikeluarkan hanya pada saat upacara-upacara khusus dan besar, berbentuk kerucut melebar), tebu, tikar rotan/kain panjang, tuak dan ayam (Yovinus 1999: 31).

Upacara Hopong dimulai dengan kedatangan rombongan tamu ke hadapan gerbang hopong. Rombongan tamu tidak boleh berjalan melewati gerbang tersebut. Sesampainya di depan gerbang, biasanya antara tuan rumah dan tamu akan bekumus (saling melemparkan benda-benda kotor seperti minyak goreng, oli, durian busuk, minyak rambut dan lain sebagainya). Bekumus ini merupakan salah satu cara masyarakat Uud Danum dalam bergurau. Selain bekumus, para tamu dan juga tuan rumah akan meminum tuak adat yang sudah disediakan. Biasanya tuak ini disajikan di dalam tanduk kerbau (jika ada). Jika tidak ada, tuak akan disajikan dalam teko-teko minuman ataupun botol-botol sehingga bisa diminum langsung pada saat upacara adat.

Setelah bekumus, juru bicara masing-masing rombongan (tuan rumah dan tamu) akan saling bertanya jawab menggunakan lagu parung. Lagu parung adalah nyanyian adat yang hanya para tokoh adat dan tidak banyak orang yang mengerti. Dalam level yang lebih tinggi, nyanyian adat ini menggunakan bahasa kandan (bahasa para Dewa yang hanya bisa dibahasakan oleh tetua adat suku Uud Danum). Syair yang dinyanyikan dalam parung biasanya berisi pertanyaan seputar kabar berita dari pihak tamu, permasalahan yang mereka hadapi di perjalanan serta tujuan kedatangan mereka. Pihak tamu akan menjawab parung tersebut juga dengan lagu parung yang berisi jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tuan rumah.

Setelah proses tanya jawab ini selesai, pihak tamu diminta untuk duduk mengarah ke matahari terbit untuk dipohpaisch dengan menggunakan ayam oleh tetua adat. Pohpaisch merupakan ritual doa yang dipimpin oleh orang yang dituakan dengan menggunakan ayam sebagai sarana untuk mengusir segala sial. Setelah itu, tikar/kain yang digunakan untuk menutupi tebu penghalang akan dibuka/dilepaskan. Untuk upacara Hopong pada pesta perkawinan, tebunya tidak akan dipotong dengan menggunakan mandau karena yang dirayakan adalah peristiwa kehidupan. Mandau adalah senjata adat orang Dayak (Ajen Dianawati 2007). Pada upacara Dalo’, tebu tersebut akan dipotong sebagai simbolisasi akhir kehidupan.

Setelah tebu disingkirkan, rombongan tamu diperbolehkan masuk dengan terlebih dahulu menombak babi kurban yang dibaringkan di pinggiran hopong. Ayam juga dipotong pada saat yang bersamaan. Darah dari kedua hewan tersebut kemudian diusapkan di hopong. Dengan disembelihnya hewan-hewan ini, para tamu sudah diterima secara resmi dan dihormati seperti layaknya keluarga.

Rangkaian ritus upacara Hopong ini sarat akan makna-makna kehidupan. Setidaknya, ada tiga maknya yang bisa dilihat dari upacara ini. Pertama, upacara Hopong merupakan bentuk penerimaan atas anggota keluarga baru. Keluarga baru ini disambut dengan upacara adat tanpa memandang status sosial atau ekonomi keluarga tamu tersebut. Walaupun rombongan tamu tidak memiliki hubungan darah dengan rombongan tuan rumah, upacara Hopong bisa menjadi “jembatan” bagi kedua belah pihak untuk bersatu dalam semangat kekeluargaan.

Kedua, semangat kekeluargaan baru ini dirayakan dengan upacara penyambutan yang meriah. Persiapan untuk upacara Hopong ini dilakukan dengan melibatkan banyak pihak dan tidak sedikit biaya. Segala pengorbanan ini tampaknya tidak ada artinya dibandingkan dengan kegembiraan dan kekeluargaan pada saat tuan rumah menerima tamu yang mereka tunggu. Itulah sebabnya upacara Hopong ini terlaksana dengan penuh kegembiraan dan keakraban.

Ketiga, upacara Hopong ini juga merupakan sebuah rangkaian doa. Dengan demikian, pada upacara ini, ada niat baik dan tulus dari masing-masing pihak agar mereka semua terhindar dari segala kejahatan, iri, dengki, dendam dan lain sebagainya yang dapat menghancurkan semangat kekeluargaan. Doa-doa ini disampaikan oleh tetua adat kepada Tahala’ ataupun roh-roh halus yang dipercayai oleh masyarakat Dayak Uud Danum

  • Lihat Juga

  • Lihat Juga

    Handop(Bahasa Dayak Uud Danum Kalbar: Hal Gotong Royong, Kebersamaan)  Kempunan (Bahasa Dayak Uud Danum Kalbar: Hal Menghargai Rejeki dan Kehidupan) 

    Oleh :
    TRIO KURNIAWAN (-)