
Tongkonan (Bahasa Toraja, Sulawesi Selatan: Rumah Adat, Warisan Leluhur Suku Toraja)
Suku Toraja merupakan suku yang sangat unik di Sulawesi Selatan. Toraja berada di dataran tinggi Sulawesi Selatan yang berjarak 317 km dari Makasar. Toraja bisa ditempuh dengan bus dalam waktu enam jam dari Makasar, dan juga dengan bisa pesawat dalam waktu satu jam. Toraja merupakan salah satu dari empat suku yang ada di Sulawesi Selatan. Suku toraja mempunyai rumah adat yang disebut Tongkonan. Tongkonan mempunyai arti filosofis yang sangat unik dan berbeda dengan rumah-rumah lain atau rumah biasa. Tongkonan mempunyai banyak makna dan fungsi yang sangat mendalam.Tongkonan di Tanah Toraja mempunyai fungsi sosial, budaya, dan adat yang berbeda-beda. Salah satu fungsinya yaitu sebagai tempat untuk menyimpan jenazah.
Suasana masih pagi. Ketika kabut perlahan menghilang di sebuah bukit kecil samar-samar mulai nampak atap dari bangunan kecil. Ujung atapnya tampak seperti tanduk kerbau namun tak seruncing aslinya. Atap tersebut bukan lagi terbuat dari alang-alang seperti bangunan aslinya tetapi sudah tergantikan dengan seng. Bangunan dengan atap meruncing itu bernama Baruang Tongkonan atau biasa disebut Tongkonan, rumah adat orang Toraja.
Kata Tongkonan berasal dari kata “Tongkon” yang diberi akhiran “an”. “Tongkon” berarti duduk, sedangkan akhiran “an”menunjukkan tempat. Dengan demikian, Tongkonan artinya tempat duduk bersama. Zaman dahulu Tongkonan merupakan pusat pemerintahan, kekuasaan adat dan perkembangan kehidupan sosial budaya masyarakat Tana Toraja. Tongkonan tidak bisa dimiliki oleh perseorangan, melainkan dimiliki secara turun-temurun oleh keluarga atau marga suku Tana Toraja.
Karena sifatnya yang demikian, tongkonan mempunyai beberapa fungsi, antara lain: pusat budaya, pusat pembinaan keluarga, pembinaan peraturan keluarga dan kegotongroyongan, pusat dinamisator, motivator dan stabilisator sosial (Theodorus, 2008:68-77). Dengan demikian fungsi Tongkonan tidaklah sekedar sebagi tempat untuk duduk bersama, lebih luas lagi meliputi segala aspek kehidupan. Apabila mempelajari letak dan upacara-upacara yang dilaksanakan, melalui simbol-simbolnya akan diketahui bahwa Tongkonan adalah simbol sosial dan simbol alam raya. Oleh karena itu orang Toraja sangat men-sakral-kan Tongkonan. Memelihara Tongkonan, secara pribadi berarti memelihara diri, secara bersama-sama pula masyarakat berupaya melestarikannya.
Oleh karena Tongkonan mempunyai kewajiban sosial dan budaya yang juga bertingkat-tingkat dimasyarakat, maka dikenal beberapa jenistongkonan,antara lain yaitu :
-
Tongkonan Layuk atau Tongkonan Pesio' Aluk(rumah adat atau aturan), yaitu Tongkonan tempat menciptakan dan menyusun aturan-aturan sosial keagamaan.
-
TongkonanPekaindoran (rumah ibu) atau Pekamberan(rumah ayah)atau Tongkonan kaparengngesan(rumah sang pemimpin)yaitu Tongkonan yang berfungsi sebagai tempat pengurus atau pengatur pemerintahan adat, berdasarkan aturan dari Tongkonan Pesio' Aluk.
-
Tongkonan Batu A'riri(rumah tiang)yang berfungsi sebagai tongkonan penunjang. Tongkonan ini yang mengatur dan berperan dalam membina persatuan keluarga serta membina warisan tongkonan. (Tambing, 1984: 98)
Bentuk Tongkonan yaitu berlapis tiga, berbentuk segi empat yang melambangkan empat azas kehidupan manusia yang disebut Ada 'A 'pa eto 'na (adat empat dasar), terdiri dari kelahiran, kehidupan, pemujaan dan kematian. Segi tempat ini juga dianggap sebagai simbol dari empat penjuru angin. Tongkonan harus selalu menghadap arah Utara yang melambangkan awal kehidupan, dengan bagian belakang rumah menghadap arah selatan yang melambangkan akhir kehidupan.
Model Tongkonan senantiasa mengikuti model desa, secara konsepsional harus bersegi empat. Struktur ruangan mengikut struktur makro-kosmos yang terdiri dari tiga lapisan benua, yakni Rattiangbanua(bagian atas), kale banua (bagian tengah) dan sulluk banua (bagian bawah).
Bagian atas digunakan sebagai tempat menyimpan benda-benda pusaka yang dianggap mempunyai nilai sakral. Atap Tongkonan terbuat dari bambu-bambu pilihan yang disusun tumpang tindih, dikait oleh beberapa reng bambu dan diikat oleh tali bamboo atau rotan. Fungsi dan susunan demikian untuk mencegah masuknya air hujan melalui celah-celah, dan sebagai lubang ventilasi. Susunan bambu ditaruh di atas kaso yang terdapat pada rangka atap. Susunan tarampak minimal 3 lapis, maksimal 7 lapis, setelah itu disusun hingga membentuk seperti perahu.
Bagian tengah digunakan untuk tempat tinggal dan melakukan aktivitas di dalam rumah. Bagian tengah yang merupakan badan rumah ini berlantaikan papan kayu uru (jenis kayu yang kaut di Toraja)yang disusun di atas pembalokan lantai, memanjang sejajar balok utama. Dindingnya disusun dengan sambungan pada sisi-sisi papan. Dinding yang berfungsi sebagai rangka dinding yang memikul beban, terbuat dari bahan kayu uru atau kayu kecapi.
Bagian tengah sebagai ruang tempat tinggal, dibagi pula atas tiga bilik yaitu bilik bagian depan disebut Tando' (semacam emper rumah tetapi lebih rendah, temapt duduk-duduk untuk santai), berfungsi sebagai tempat beristirahat, tempat tidur nenek, kakak dan anak laki-laki serta tempat mengadakan sesajen. Jendela pada ruang tando’berjumlah 2 buah, menghadap ke Utara. Bagian tengah disebut Sali(lantai yang terbuat dari kayu)dibagi lagi menjadi dua bagian, yakni bagian Timur tempat kegiatan sehari-hari dan sebagai dapur, ruang menerima tamu, ruang keluarga, dan kamar mandi. Di bagian barat digunakan tempat persemayaman jenazah pada waktu diadakan upacara kematian.
Bagian belakang disebut Sumbung(sudut)yang digunakan sebagai tempat pengabdian dan tempat tidur kepala keluarga bersama anak-anak, khususnya anak gadis, serta untuk menyimpan benda-benda pusaka. Lantainya ditinggikan pertanda bahwa penghuni Tongkonan mempunyai kekuasaan dan derajat yang tinggi. Sumbung ini berada di bagian Selatan, maksudnya anak-anak gadis dan anak kecil memerlukan pengawasan ketat, dengan perlindungan dari anak-anak laki-laki yang bertempat di ruang Tando’.Bagian bawah yang merupakan kolong rumah merupakan tempat hewan peliharaan. Fondasinya menggunakan batuan gunung, diletakkan bebas di bawah Tongkonan, tanpa pengikat antara tanah, kolong dan fondasi itu sendiri.
Tongkonan dapat dilihat sebagai produk yang menampilkan nilai-nilai estetik, dengan bentuknya yang anggun disertai kekayaan ragam hias yang mengandung makna yang terkait dengan sistem budaya masyaarakat. Pada mulanya, orang Toraja hanya mengenal empat macam ukiran yang disebut GarontoPassura artinya dasar ukiran, antara lain: (1). Pa'barreAllo yaitu ukiran yang menyerupai matahari atau bulan, benda yang mulia di atas bumi berasal dari Sang Pencipta yang memberi hidup dan kehidupan bagi umat-Nya.(2).Pa'Tedong ukiran yang menyerupai kepala kerbau, ukiran ini sebagai lambang kerja keras dan kemakmuran, oleh karenanya diletakkan pada tiang-tiang yang berdiri tegak sebagai tulang punggung bangunan, yang berarti bekerja adalah tulang punggung kehidupan.(3).Pa'manuklondong ukiran yang menyerupai ayam jantan, sebagai lambang dari norma, aturan yang berasal dari langit yang menata kehidupan manusia. Bersama-sama Pa'barre allo diletakkan di atas bagian depan Tongkonan, dan (4). Pa' Sussuk yaitu ukiran yang menyerupai garis-garis lurus, sebagai lambang kebersamaan dan kesatuan dalam lingkup kerabat yang tergabung dalam kelompok Tongkonan. Ukiran ini diletakkan pada dinding bagian atas yang menghiasi ruangan (Said. 2004: 112-114). Dari keempat dasar ukiran tersebut dikembangkan terus, hingga sekarang sudah dikenal lebih dari 150 macam ukiran.
Selain motif-motif utama tersebut, ada pula motif lain yang juga memiliki makna. Motif pa'daun balu adalah daun sirih yang merupakan lambang penghormatan kepada dewa-dewa. Motif pa' buatina adalah lambang pohon waru yang merupakan hiasan dinding rumah sebagai lambang persatuan dalam keluarga. Pa'sala'bi' dibungai berarti “pagar” yang biasanya terdapat pada dinding dan pagar rumah bangsawan. Motif ini mengandung arti sebagai penangkal masuknya orang jahat dan mencegah penyakit sampar. Motif Pa' bunga menyerupai bunga yang melambangkan pentingnya pengetahuan bagi manusia. Pa' kangkung adalah ukiran yang menyerupai pucuk kangkung menghiasi rumah bangsawan, motif yang mengandung harapan agar senantiasa memperoleh rejeki sebagaimana kangkung yang selalu tumbuh subur di tempat berair. Pa' erong berarti peti mayat yang hanya digunakan untuk peti mayat keluarga bangsawan, yang menaruh harapan agar yang meninggal senantiasa memberi berkah kepada keluarga yang ditinggalkan. Pa 'bunga kaliki simbol bunga pepaya yang bermakna agar nasehat yang menyakitkan pun dapat membawa kebaikan dalam hidup. Pa' sisik bale lambang sisik ikan agar cita-cita yang tinggi dapat tercapai. Pa'kollong buku melambangkan leher merpati yang bermakna agar manusia dapat hidup bebas menentukan pilihannya. Motif Koyo adalah burung bangau lambang manusia yang penyabar. Pa'dara dena’ berarti dada burung pipit lambang keteguhan hati dan pendirian yang tetap.
Tongkonan juga merupakan lambing kekayaan dari orang Toraja, semakin banyak tongkonan yang ia miliki maka semakin besar pula strata social yang ia miliki dan tergolong sebagai bangsawan. Ukiran yang ada pada tongkonan mempunyai makna dan arti yang mendalam karena itu tidak sembarang menggunakan ukiran tersebut.
Bibliografi
A, Said. 2004. Simbolisme Unsur Visual Rumah Tradisional Toraja dan Perubahan Aplikasinya pada Desain Modern. Yogyakarta: Ombak.
Dr. Kobong, Teodorus. 2008. Injil dan Tongkonan. Jakarta: Gunung Mulia.
Tambing, W.L. Falsafah Tongkonan. Makasar.
Paganna’, Yans Sulo, Pr. 2012. Kumpulan Ibadat Syukuran dan Kedukaan dalam Bahasa Indonesia dan Toraja. Yogyakarta: Penerbit Gunung Sopai.
Pdt. Rapi,Henri, S.Th. Manusia Toraja dan Tongkonan. Toraja: Sulo
Lihat Juga
Frans Sa'ding ()