Ensiklopedia Filsafat Widya Sasana
| Tentang EFWS

Tauna Mawo (Bahasa Wewewa,Sumba Barat Daya: memberi persembahan kepada dewa)


Pulau Sumba memiliki kekayaan budaya yang sangat beragam. Keragaman budayanya memberi warna tersendiri di pulau yang dikenal sebagai tanah Marapu (Tukan,1984:105). Marapu adalah sebutan untuk Ama amagholo-Ina amarawi atau Ndappa tekki tamo-Ndappa Numa Ngara (Bahasa Wewewa,Sumba Barat Daya: Bapa Pencipta, Penyelenggara atau Yang tak tersebut namanya, Yang tak terucap gelarnya) (Katiku Loku, 987: 10). Julukan sebagai tanah Marapu tertuang dalam kebudayaan masyarakat Sumba yang sangat kental akan aneka ritus penyembahan kepada Marapu.

Tauna Mawo(Bahasa Wewewa,Sumba Barat Daya: memberi persembahan kepada dewa) adalah sebuah ritus khusus untuk Marapu. Ritus ini diselenggarakan di kabupaten Sumba Barat Daya NTT tepatnya di Elopada Wewewa Barat. Di tempat itu terdapat suatu suku atau klan yang bernama Weelewo Katowa Lobo. Suku ini memiliki suatu ritus dalam bentuk persembahkan hasil panenan jagung kepada Yang Tertinggi. Ritus itu dikenal dengan istilah Tauna Mawo(Bahasa Wewewa,Sumba Barat Daya: memberi persembahan kepada dewa). Ritus ini diikuti oleh semua anggota klan Weelewo Katowa Lobo. Yang wajib mempersembahkan jagung muda adalah setiap keluarga yang memiliki tanaman jagung. Khusus bagi keluarga klan Weelewo Katowa Lobo yang tidak memiliki kebun jagung, mereka harus membawa nasi. Nasi itu ditempatkan dalam sebuah anyaman dari pandan berbentuk persegi. Setiap keluarga membawa jagung muda sebanyak satu atau dua teona (Wewewa, Sumba Barat Daya: hitungan 8 buah jagung ) atau sebanyak 8-16 buah. Jagung yang dibawah itu haruslah jagung muda yang terbaik.

Dalam membawa persembahan jagung muda para anggota keluarga klan Weelewo Katowa Lobo harus diperhatikan beberapa syarat yang ditentukan oleh Rato (Wewewa, Sumba Barat Daya: imam Marapu). Syarat-syarat itu antara lain, jagung masih memiliki kulit atau belum dikupas, jagung muda dan masih melekat pada batangnya. Jagung-jagung itu akan diikat menjadi satu bagian kemudian dibawah ke tempat persembahan dengan cara memikulnya. Syarat-syarat itu harus diperhatikan dengan baik sebab jika tidak demikian maka akan mendapat sesuatu hal yang tidak baik. Hal itu berarti Marapu tidak berkenan dengan persembahan yang dianggap cacat. Tanda bahwa Marapu tidak berkenan adalah akan adanya akibat buruk seperti gagal panen dan banyak hama yang menyerang semua tanaman. Persyaratan yang disebutkan itu merupakan simbol-simbol religius yang dipercaya oleh klan Weelewo Katowa Lobo sebagai bagian dari persembahan diri kepada Tuhan melalui Marapu.

Ritus membawa persembahan jagung di klan Weelewo Katowa Lobo dilaksanakan dua kali setiap tahun. Dilaksanakan demikian karena mengikuti masa panen jagung di klan tersebut. Memberi persembahan kepada dewa ini biasanya dilaksanakan dua minggu sebelum panen jagung yaitu setiap bulan antara Februari atau Maret dan bulan Juni atau Juli. Waktu pelaksanaan Tauna Mawo(Bahasa Wewewa,Sumba Barat Daya: memberi persembahan kepada dewa) ini disesuaikan dengan masa panen jagung.

Cara melaksanakan ritus Tauna Mawo(Bahasa Wewewa,Sumba Barat Daya: memberi persembahan kepada dewa) adalah sebagai berikut: pertama, dari pihak Rato (Wewewa, Sumba Barat Daya: imam Marapu) menentukan hari pelaksanaan memberi persembahan kepada dewa kemudian mengirim utusan untuk menyampaikan undangan kepada semua anggota klan Weelewo Katowa Lobo. Kedua, sebelum pelaksanaan ritus ini masing-masing keluarga harus melakukan dua ritus kecil yakni ritus pertama Mbondalana Pamama Marapu Oma (Wewewa, Sumba Barat Daya: memberi pinang kepada Marapu penjaga kebun). Dalam ritus ini seorang laki-laki dari klan itu membawa pinang ke kebun. Kemudian meletakan pinang itu di sebuah pusat kebun yang disebut Marapu Oma (Wewewa, Sumba Barat Daya: Marapu penjaga kebun). Penjaga kebun dilambangkan dengan batu yang disusun membentuk altar persembahan. Karena Marapu itu suci, mulia dan sakti maka harus tidak boleh diperlakukan dengan sembarangan (Wellem, 2004:41). Tujuan ritus adalah meminta ijin kepada penjaga kebun agar berkenan memberi hasil yang memuaskan. Ritus kecil kedua adalah Sobarana Watara (Wewewa, Sumba Barat Daya: secara harafiah diartikan dengan memberi makan kepada Marapu Umma (Wewewa: rumah)). Ritus ini dilakukan hanya laki-laki di klan itu. Ritus dilaksanakan di rumah dengan cara membuang biji jagung muda pada keempat tiang penyanggah utama rumah adat Sumba. Setelah “membuang” biji jagung, laki-laki tersebut mengucapkan satu doa Marapu yaitu:

Mai ngara kuami yemmi! deiba netti watara ina mono ama, gai kana kobbawe. Gai kana ruu kaweda Ndadha, loloka, mono pawasse(Wewewa, Sumba Barat Daya: kalian semua datanglah kemari! Terimalah jagung ini, Ibu dan Bapa, agar diberkati. Supaya nenek Ndadha, para tamu dan menantu dapat memakan jagung ini”.

Ketiga, Rato (Wewewa, Sumba Barat Daya: imam Marapu) melaksanakan ritus sobbarana yasa (Wewewa, Sumba Barat Daya: memberi persembahan beras) di rumah adat ketiga klan Weelewo Katowa Lobo yaitu di kampung yang bernama Omba Kei. Dalam upacara itu Rato memohon kepada Marapu agar berkenan memberi restu teristimewa pada pelaksanaan upacara Tauna Mawo (Bahasa Wewewa,Sumba Barat Daya: memberi persembahan kepada dewa). Pada saat yang sama imam Marapu tersebut mengajak semua Marapu untuk bersama-sama menuju Mawodana (Wewewa, Sumba Barat Daya: tempat pelaksanaan ritus Tauna Mawo) dan berdoa agar acara itu berjalan dengan baik dan lancar. Selesai berdoa imam Marapu keluar dari rumah dan langsung menuju ke tempat pelaksanaan ritus memberi persembahan kepada dewa. Para anggota keluarga klan Weelewo Katowa Lobo yang diwakili oleh beberapa anggota keluarga sudah berkumpul terlebih dahulu. Maka ketika imam Marapu keluar dari rumah semua peserta langsung menuju tempat ritus itu dilaksanakan.

Keempat, setibanya di Mawodana (Wewewa, Sumba Barat Daya: tempat pelaksanaan ritus Tauna Mawo) semua peserta ritus ini membersihkan tempat kurban dan tempat doa dengan saksama. Setelah membersihkan lingkungan sekitar altar, maka dibuatlah perapian disekitar altar. Altar di Mawodana (Wewewa, Sumba Barat Daya: tempat pelaksanaan ritus Tauna Mawo) terbuat dari batu yang disusun sedemikian rupa didekat pepohan yang rimbun. Kini tiba saatnya imam Marapu mempersembahkan jagung itu di altar kepada Yang Tertinggi. Imam Marapu mengambil satu Teona (Wewewa, Sumba Barat Daya: hitungan 8 buah jagung) kemudian diikat menjadi satu ikatan dan digantung di pohon yang dikelilingi oleh altar persembahan. Diambilnya seekor anak ayam sambil berdoa imam Marapu menyuruh orang untuk menyembeli ayam itu. Kemudian diambil sedikit organ liver dari ayam dan dipanggang. Setelah itu, imam Marapu mempersembahkan nasi dan liver di atas altar kepada Yang Tak dapat disebut namanya (Katiku Loku, 987: 10). Jika semua ritus telah selesai dilakukan oleh imam Marapu maka semua anggota boleh memanggang jagung yang dibawah untuk dimakan bersama-sama. Demikian juga nasi yang dibawah oleh keluarga yang tidak mempersembahkan jagung dimakan bersama-sama; semua harus mendapat bagian. Dengan demikian maka berakhirlah ritus itu dan mereka boleh kembali ke rumah masing-masing.

  • Bibliografi
  • Lihat Juga

  • Bibliografi

    Tukan, Johan Suban. 1984. Pendidikan Seksualitas. Jakarta: Hidup.

    Puspas Katiku Loku Sumba. 1987. Katekese Bale-bale. Ende: Nusa Indah.

    Wellem, F. D. 2004. Injil dan Marapu. Jakarta: PT BPK Gunung Mulia.


    Lihat Juga

    Kona Uma Kalada (Bahasa Wewewa,Sumba Barat Daya: kembali (mudik)ke rumah besar )  Tunda Mbinna dan ketena katonga (Bahasa Wewewa,Sumba Barat Daya: perkenalan diri oleh pengantin pria dan pengikatan/meminang)  Soka Teba(Bahasa Wewewa,Sumba Barat Daya: membawa hewan kurban) 

    Oleh :
    Marten CM ()