Ensiklopedia Filsafat Widya Sasana
| Tentang EFWS

Ritual Pangungkapon Taun Partanoon (Batak Toba: Ritual sebelum mengolah sawah dimulai dengan cangkulan pertama)


Orang batak sangat menghormati ciptaan atau lingkungan. Dasar mereka menghormati lingkungan atau ciptaan ialah bahwa mereka percaya setiap ciptaan entah dia hidup atau mati mempunyai roh. Roh itu menjamin keberadaan adanya ciptaan. Namun seperti apapun keberadaan ciptaan itu, setiap ciptaan ada artinya dan terjadi relasi saling ketergantungan di antara ciptaan tersebut (Antonius 2015: 146).

Tanda orang batak menghormati lingkungan adalah dengan melakukan ritual Pangungkapon Taun Partanoon. Ritual ini merupakan ritual penyangkulan pertama sebelum memulai pengolahan lahan pertanian. Mengapa ritual ini dilakukan? Sebenarnya ritual ini merupakan upacara mohon dan syukur kepada Mula Jadi Na Bolon agar tanah yang dibuka dengan simbol penyangkulan pertama yang dilakukan, mungkin akan mengakibatkan nyawa tumbuh-tumbuhan atau nyawa hewan menjadi korban, agar jangan menjadi hukum karma bagi mereka, karena mereka tidak berhasrat untuk itu, malahan mengharapkan dan menginginkan nyawa kehijauan dari pertanian mereka.

Ritual itu dimulai dengan mengucapkan kata-kata ini “Ya Tuhan Yang Maha Esa Mula jadi Na Bolon, Debata Nan Tiga, tiga wujud pancaran kuasa Bataragurumu- Debata Sori- Debata Balabulan, bersembah sujud kami terhadapmu dan melalui asap dupa dan air suci ini kami mohon kepada-Mu, jika sekiranya ada makhluk hidup dan rumput-rumputan kehilangan nyawa karena cangkul kami, janganlah buat itu menjadi karma bagi kami, karena kehijauan adalah cita-cita kami dari pertanian kami. Kami meminta kepada hadirat-Mu, buatlah segala binatang-binatang masuk ke lubangnya dan burung-burung kembali ke dalam sangkarnya, subur dan berkembang biaklah hewan-hewan peliharaan kami, berlimpah ruah hasil panen kami dan selamat sejahteralah kami manusia. Setelah kami mempersembahkan sajian dan hasrat kami ini, kiranya kami semua menjadi selamat sejahtera atas berkat-Mu.” (Gultom 1992: 199)

Upacara ini dilakukan tiap tahun pada permulaan pertama turun ke sawah dan ke ladang dan dilaksanakan secara besar-besaran oleh penganutnya dengan bunyi gendang sebangunan. Dari doa permohonan yang disampaikan dapat kita lihat bahwa hewan yang mungkin mati karena cangkul mereka dan rumput busuk karena dikerjakan mereka jangan sampai membawa hukuman bagi mereka. Dalam doa itu juga mereka memohon agar hewan-hewan yang mungkin merusak pertanian mereka baik hewan menyusui, melata dan bersayap agar dibuat Tuhan kembali ke sangkarnya masing-masing agar tidak merusak tanaman pertanian mereka. Mereka juga mohon agar hewan peliharaan mereka berkembang biak serta panen berlimpah ruah dan agar mereka selamat sejahtera atas berkat Tuhan.

Alam semesta sebagai keseluruhan dalam aneka hubungannya, mengungkapkan kekayaan Allah yang tak terbatas (Laudato SI’art.86). Oleh karena itu orang batak selalu memperhatikan alam, kejadian-kejadian di alam dapat menggambarkan kebijakan Mulajadi Na Bolon (Tuhan). Orang batak mengenal Tuhan lewat kejadian-kejadian di alam. Dengan mengetahui kebajikan itu dari alam, maka mereka mulai menyesuaikan diri dengan alam dan menjaga alam. Karena alam menjadi sumber hidup dan sarana penyampaian kehendak Tuhan pada manusia, maka masyarakat batak berpandangan bahwa alam adalah sahabat manusia yang terpercaya dengan ketentuan bahwa kekuatannya harus dikuasai dengan ilmu demi kesejahteraan manusia.

Alam adalah perwujudan Tuhan, maka menjadi tanggung jawab manusia, menghormati dan menghargai alam itu. Manusia harus menganggap alam sebagai saudara. Manusia dapat menggunakan pohon-pohon, gunung-gunung, danau, mata air dan apa saja yang ada di alam oleh karena dia saudara manusia. Namun penggunaannya harus dengan cara yang baik. Alam tidak dieksploitasi. Apabila ada kerusakan pada alam maka manusia akan mengalami hal buruk.

Ritual Pangungkapon Taun Partanoon merupakan ritual yang dilakukan untuk menghormati alam ataupun lingkungan. Dalam ritual ini ditunjukkan sikap hormat kepada segala apa yang terdapat di alam misalnya, binatang dan tumbuh-tumbuhan. Sikap hormat yang dimunculkan dalam ritual ini adalah mereka tidak boleh bertindak semena-mena kepada alam. Mereka tidak membiarkan hewan dan tumbuhan mati karena ulah mereka. Oleh karena itu mereka berdoa kepada Tuhan agar semua hewan kembali ke sarang ketika mereka mengerjakan sawah. Dan apabila ada yang mati karena pengerjaan sawah tersebut, itu bukanlah sesuatu yang disengaja, maka mereka mohon kepada Tuhan agar kematian hewan dan tumbuhan tidak menjadi tulah bagi mereka. Sikap seperti ini mendorong masyarakat batak untuk bertindak hati-hati terhadap apa yang ada di alam. Orang batak tidak pernah berniat mematikan, merusak ataupun memusnahkan segala apa yang ada di alam. Kesadaran ini tentunya menjadikan mayarakat batak menghormati alam dan menjadikannya saudara. Mereka merwawat alam, menghargai dan menggunakan alam dengan selayaknya tanpa sikap mengeksploitasi.

Sekarang banyak pihak-pihak yang mengeksploitasi alam. Banyak orang berlomba-lomba merusak dan hanya menjadi pengguna. Dahulu orang batak ketika mengolah lahan pertanian sangat berhati-hati agar cangkul atau alat-alat yang mereka gunakan tidak membunuh hewan atau tumbuh-tumbuhan. Sekarang dengan kemajuan teknologi orang berkuasa atas alam dan tidak memperhatikan kelestariannya. Kemajuan teknologi tidak disertai dengan hal bertanggung jawab. Manusia tidak memiliki etika yang kuat, budaya dan spiritualitas yang benar-benar menerapkan batas-batas dan pengendalian diri yang jernih (Laudato SI’ art.105). Dalam keadaan ini manusia menjadi konsumen yang rakus dan egosi.

Tindakan manusia yang menjarah sumber daya bumi mengakibatkan hilangnya rimba dan kawasan hutan lainnya serta hilangnya spesies yang dapat menjadi sumber daya yang sangat penting pada masa depan. Misalnya banyaknya burung dan serangga yang punah karena peptisida yang diciptakan oleh teknologi, bermanfaat bagi pertanian. Orang batak sebelum mengolah lahan pertanian mengadakan ritual penghormatan kepada alam. Dengan iman mereka berdoa kepada Tuhan agar semua yang ada di alam jangan ada yang mati. Alam adalah saudara orang batak. Namun sekarang yang terjadi adalah banyak hutan yang dijadikan lahan perkebunan dan pertanian dengan rakus tanpa batasan. (Laudato SI’art.39). Alam bukan menjadi saudara, tetapi sesuatu yang dapat dieksploitasi.

  • Bibliografi
  • Lihat Juga

  • Bibliografi

    Antonius, Bungaran Simanjuntak, 2015. Karakter Batak Masa Lalu, Kini Dan Masa Depan, Jakarta:Yayasan Pustaka Obor Indonesia.

    Gultom, Rajamarpodang, 1992. Dalihan Na Tolu Nilai Budaya Suku Batak, Medan: CV. Armanda.

    Harun, Martin (penj.), 2015. Laudato SI’ Terpujilah Engkau Ensiklik Paus Fransiskus, Jakarta: Dapertemen Dokumentasi Dan Penerangan KWI.


    Lihat Juga

    Dalihan Na Tolu (Batak Toba: Hal tatanan sosial hidup Batak Toba)  Martarombo (Batak Toba: Hal menelusuri silsilah)  Martonggo raja (Batak Toba: Hal musyawarah) 

    Oleh :
    Rudianto Situmorang ()