
Mőli-mőli (Bahasa Nias: hal “sikap terhadap sesama dan alam” dalam masyarakat Nias)
Mőli-mőli atau nasehat merupakan kebiasaan atau tradisi masyarakat Nias terhadap anaknya ketika mau pisah dengan orang tua dan menuju tempat lain. Dan terlebih-lebih terhadap anak perempuan yang menikah dan pergi meninggalkan orang tua kandung menuju tempat atau keluarga yang baru ( keluarga mertua), Proyek Penelitian dan Pencatatan Kebudayaan Derah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1978: 132). Tetapi juga bisa Mőli-mőli atau nasehat ini dapat di sampaikan kepada anak-anak yang lain bukan hanya perempuan tetapi juga laki-laki yang hendak pergi jauh atau merantau. Tujuan dari kebiasaan ini ialah untuk memperoleh sikap yang lebih baik ketika berhadapan dengan orang lain dan juga alam semesta. Dan di atas semuanya itu, yang lebih utama ialah untuk membuat setiap anak memiliki atau mempunyai kepribadian yang penuh kebijaksanaan dan bermartabat. Di sini kita membahas Mőli-mőli atau nasehat ini untuk anak perempuan yang menikah.
Di suatu tempat di pulau Nias, tepatnya di desa Lukhu Lase, kecamatan Lahewa Timur, Nias Utara terdapat suatu kebiasaan memberikan nasehat kepada seorang anak perempuan yang menikah yang akan meninggalkan rumah kedua orang tuanya menuju ke rumah suaminya. Kebiasaan ini di lakukan seminggu sebelum pesta pernikahan berlangsung, (bdk. Hämmerle. 1990: 143). Tradisi semacam ini, sudah di wariskan oleh nenek moyang yaitu untuk melakukan famotu atau famee, Proyek Penelitian dan Pencatatan Kebudayaan Derah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1978: 133), kepada perempuan yang hendak menikah. Dan hal ini terus di lakukan hingga saat ini. Seminggu sebelum perkawinan berlangsung, ibu-ibu pengetuan adat dari pihak perempuan berkumpul untuk memberi nasehat (Mőli-mőli) kepada si gadis. Inti dari nasehat itu ialah bagaimana sikapnya terhadap suaminya, kepada mertuanya dan kepada alam yang ada di sekitarnya. Karena masyarakat Nias percaya bahwa alam merupakan ciptaan Allah yang perlu di jaga dan di lindungi.
Salah satu dari ibu-ibu pengetua itu menyampaikan nasehatnya. Nasehatnya itu ialah he yaugő onogu saheta bangaima fefu. Bőrő daő yaugő onogu ufaema khőu goroisagu yai daő bői tehe aila ita balagu-lagumő. Fosumange woomou, iara satua ziso ndaugő, bői tehe abao dődőra khőu nazui mofőnu ira khőu. Oő manő hadia niwaő woomou khőmő na do ngau. Yaugő ande mofanő banahia zi soő ia daa bakha balakhőmi nono alawe si tenga sabeto ndaugő. Andő bőrő daő haogő gamuatau bői lau zi lőbaga baziso ndaugő. Bői tehe tetutu dődőra khőu ba nifaluau fefu. Haragai gői tanő siso ndaugő, me tanő andő bano lowalangi zangaasogő fefu. Bői busi-bisi dődőu mesonasa ndaaga zangiila yaugő banaso masalamő babői alawő-lawő ndaugő fatunő khőma yaaga ira inamő badaa fefu. Hairugi daő baya itoloő lowalangi, (Bdk. Yunus. 1985: 216).
Arti dari kata-kata di atas ialah wahai engkau anak kami yang akan meninggalkan kami semua. Oleh karena itu kami berpesan dan menasehati kamu. kiranya kehidupanmu selalu mendapatkan kebahagiaan. Hormatilah suamimu, mertuamu dan seluruh keluarga yang engkau tinggal. Turutilah seluruh nasehat mereka apapun yang mereka suruh lakukanlah itu dengan hati gembira dan cinta yang mendalam. Janglah sampai mereka sakit hati atas tindakan dan perbuatanmu. Cintailah mereka seperti engkau mencintai kami di sini. Lindungilah dan jagalah tanah yang engkau diami, karena alam ini adalah ciptaan Tuhan yang Maha Kuasa. Kiranya engkau selalu di berkati oleh Tuhan.
Ketika menyampaikan nasehat tersebut si gadis hanya tunduk dan meangguk-angguk sebagai tanda setuju. Dan tidak boleh melihat siapa yang ngomong itu. kenapa? Supaya kelak dia tidak hanya mengingat orang yang hanya menyampaikan nasehat itu tetapi seluruh ibu yang berkumpul pada saat itu. Setelah acara itu selesai, maka si gadis masuk kedalam peraduanya. Dan sebelum itu dia salaman dan sujut di hadapan ibu-ibu yang hadir di situ sekaligus meminta doa restu. Hal yang perlu di perhatikan ialah bahwa ketika kegiatan memberikan nasihat ini berlangsung, semua orang menyaksikan terutama keluarga besar mempelai dan tidak boleh ribut tetapi mendukung si mempelai dalam doa.
Tradisi atau kebiasan yang telah di narasikan dan di paparkan di atas mempunyai makna yang cukup mendalam. Maknya itu ialah bahwa setiap anak gadis yang hendak menikah haruslah memiliki sikap bijaksana kepada suami, mertua dan alam di sekitar dia. Dalam konteks semacam itu, maka mőli-mőli atau nasehat mendapat afirmasi dan pemaknaan yang sungguh luar biasa. Dalam kegiatan ini, mempunyai dua unsur yang perlu di sodorkan, yaitu etika terhadap sesama manusia dan etika terhadap lingkungan hidup atau alam. Dalam etika terhadap sesama berarti menyangkut sikap yang perlu di bina. Di sini mengandaikan prinsip persahabatan. Riyanto (2014: 251), Armada Riyanto menjelaskan bahwa prinsip persahabatan itu ialah mengenal cara pandang bahwa orang lain sesungguhnya adalah aku yang lain, Artinya bahwa aku harus membina sikap yang baik terhadap yang lain untuk membina kehidupan bersama sebagai satu kesatuan dalam kehangatan persaudaraan.
Etika lingkungan hidup, tadi sudah di jelaskan bahwa sikap atau pemahaman masyarakat Nias terhadap lingkungan hidup mempunyai sikap tersendiri yaitu melihat alam atau lingkungan merupakan ciptaan Tuhan dan daripadanya kita bisa melihat dan menemukan ke anggungan Allah. Maka dari itu, lingkungan hidup harus di jaga, di lindungi dan tidak berbuat semena-mena di atasnya. Masyarakat Nias percaya bahwa dari alam inilah kita dapat hidup dan merupakan sumber bagi kita menemukan ke indahan Allah lewat ciptaanya. Maka, etika kita terhadap lingkungan hidup itu harus mempunyai tanggungjawab untuk tidak merusaknya tetapi memeliharanya sebagai wajah yang lain yang perlu dicintai dan dipahami.
Bibliografi
Hämmerle, M. P. Johannes, ofm. Cap, 1990. Omo Sebua. Nias: Yayasan Pusaka Nias.
Proyek Penelitian dan Pencatatan Kebudayaan Derah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1978. Adat Dan Upacara Perkawinan Daerah Sumatera Utara.
Riyanto, Armada, 2014. Katolisitas Dialogal. Yogyakarta: Kanisius.
Yunus, Ahmad. Drs. H. dan Yunus Hafid.M,(eds.), 1985. Upacara Tradisional Daerah Sumatera Utara. Jakarta: Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan Proyek Investarisasi Dan Dokumentasi Kebudayaan Daerah.
Lihat Juga
Ibeanus Zalukhu ()