Ensiklopedia Filsafat Widya Sasana
| Tentang EFWS

Beumpank ( Dayak Kebahan, Kalbar: Upacara ucapan syukur musim buah )


Di suatu wilayah di Kalimantan Barat, tepatnya di Kabupaten Melawi, Kecamatan Sayan, Desa Nanga Pak, Dusun Runting, terdapat sebuah kebiasaan yang menandakan suatu peristiwa rekonsiliatif hidup bersama. Kebiasaan itu ialah Beumpank atau upacara ucapan syukur musim buah. Upacara ini dilakukan dalam satu tahun satu kali saja. Menariknya dalam upacara ini ialah keterlibatan antara manusia dengan alam.

Upacara Beumpank ini sudah menjadi suatu kebiasaan bagi suku dayak Kebahan dan sudah tidak asing lagi untuk didengarkan. Dalam pelaksanaan upacara Beumpank, biasanya diikuti oleh semua orang yang tinggal di kampung itu, serta beberapa kampung yang tinggal dekat dengan kampung yang melaksanakan upacara Beumpank.

Dalam pelaksanaan upacara Beumpank ini juga, tentunya memiliki aturan dan syarat-sratat tertentu sehingga baru bisa dilaksanakan. Aturan pertama, upacara Beumpank dibuat di tepi atau pinggiran sungai dengan alasan pada saat upacara Beumpank dimulai, pemimpin upacara ( penuha) memulai dari dalam air. Kedua, wajib bagi semua saja yang ikut upacara Beumpank ini, untuk membawa makanan atau buah-buahan hasil panenannya dan dikumpulkan disalah satu tempat dan dimasukkan ke dalam karung untuk didoakan, yang akan dipimpin oleh penuha. Ketiga, pada saat upacara Beumpank dimulai, tidak dibolehkan untuk berbicara selain penuha atau pemimpin upacara Beumpank. Keempat, setiap kepala keluarga yang hasil panennanya lebih banyak, boleh terlebih dahulu menghanyutkan makanan atau buah-buahan hasil panenannya dan diikuti oleh yang lainnya. Itulah aturan dan syarat-syarat wajib dalam pelaksanaan upacara Beumpank.

Setelah semua aturan dan syarat-syarat terpenuhi, barulah upacara Beumpank bisa dimulai. Biasanya upacara Beumpank ini dimulai pada pagi hari sekitar jam tujuh atau jam sembilanan. Dan dilaksanakan pada hari yang sudah ditentukan atau disepakati bersama. Pada saat upacara dimulai, penuha selalu membukanya dengan belaya atau berpantun. Belaya dengan mengunakan bahasa daerah setempat yang tidak dimengerti oleh banyak orang. Bahasa khusus ketika ada acara atau upacara yang sifatnya untuk penyembuhan atau upacara syukuran. Setelah penuha belaya, dilanjutkan dengan upacara pemanggilan roh-roh penunggu sungai atau penunggu buah.

Dalam upacara memanggil roh-roh ini, penuha mengambil seekor anak ayam dan menyembelihnya, kemudian darahnya diteteskan ke atas makanan dan buah-buahan yang dikumpulkan (bdk. Sanen 2007: 45). Hal ini diyakini bahwa makanan dan buah-buahan sudah diberkati dan diijinkan untuk dipanen. Setelah upacara pemanggilan roh selesai, dilanjutkan lagi dengan upacara ucapan syukur yang menjadi inti dari upacara itu.

Dalam bagian upacara ucapan syukur ini, semua saja dibolehkan untuk berbicara. Pada saat upacara penghanyutan makanan, dibolehkan untuk semua saja sambil makan. Sementara yang lain, wakil keluarga Mengambil makanan dan buah-buahan hasil panenannya masing-masing untuk dihanyutkan. Setelah makanan dan buah-buahan dihanyutkan, tiap-tiap kepala keluarga datang kepada penuha untuk diberkati dengan dahi diolesi darah ayam. Setelah upacara pengolesan darah ayam selesai, penuha kembali kedarat bersiap-siap menutup upacara Beumpank.

Pada bagian penutupan upacara Beumpank, masih ada beberapa rangkaian acara yang harus dilakukan, seperti menyembelih anak ayam lagi untuk roh-roh yang tinggal di darat dan juga yang tinggal di sunggai sebagai ucapan syukur juga, karena sudah dibolehkan melaksanakan upacara ditempat itu. Setelah itu mengambil beberapa pohon kecil dan menanamnya dipinggiran sungai dengan alasan supaya tanaman dan buah-buahan yang hidup dipinggiran sungai dapat diambil dan dipetik oleh siapapun.

Kemudian setelah beberapa acara itu dilakukan, penuha langsung memulai upacara penutupan dengan membacakan beberapa doa khusus dalam bahasa yang tidak semua orang mengerti. Pada saat doa dibacakan oleh penuh, ada beberapa orang yang pergi ke sungai mengambil beberapa air untuk diberikan kepada penuha dan diberkati juga. Air yang sudah diberkati itu boleh diambil dan dibawa pulang oleh masing-masing orang. Air tersebut diyakini dapat menagkal sesuatu yang buruk, misalkan penagkal penyakit dan juga datangnya roh-roh halus yang sifatnya jahat. Setelah doa selesai, dilanjutkan dengan berpantun sebagai penutup dari upacara Beumpank. Berpantun boleh dilakukan secara bergiliran. Setelah upacara Beumpank selesai, diperbolehkan bagi siapa saja yang ingin pulang.

Dalam upacara beumpank ini sebetulnya ada nilai-nilai positif yang mau dimunculkan yaitu mengenai upacara syukuran atas hasil panen. Hasil panen melalui alam, yaitu semua yang tumbuh dibumi patut disyukuri. Dikatakan bahwa lingkungan dimana kita hidup juga harus dijaga, itu adalah citaan Tuhan. Tugas kita adalah memelihara dan menjaganya. Ini harus menjadi hari membarui dedikasi untuk usaha memelihara, memperbaiki dan meneruskan kepada generasi yang akan datang lingkungan yang sehat di mana setiap orang merasa kekerasan (bdk. Sanen 20017: 57 ).

Selain mengenai nilai-nilai penting dalam ranah lingkungan, perlu juga ditinjau dari sisi kemanusiaannya mengenai tanggungjawab akan banyak orang atau orang lain, apa yang dilakukan oleh penuha atau pemimpin upacara dalam upacara Beumpank ini, adalah sebuah gambaran di mana ada nilai tanggungjawab besar atas hidup orang lain, dan itu menjadi sangat penting.

Menurut Jean Paul Sartre ada beberapa hal yang sangat penting harus diperhatikan antara lain: a) yaitu nilai-nilai estetis berbicara nilai di sekitar “yang indah” dan “yang jelek”. b) nilai-nilai “benar” dan “tidak benar”, dalam arti dapat dibenarkan dan tidak dapat dibenarkan dan c) nilai-nilai pengetahuan murni (Franz Magnis, 2000: 41). Ada sesuatu yang menarik dalam upacara Beumpank, bagaimana melakukan suatu tindakan dalam upacara Beumpank dengan alasan untuk kebenaran hidup, bagi hidup orang lain.

Tidak ada yang salah dalam sikap atau perbuatan. Maka yang dilakukan dalam upacara Beumpank yang berkaitan dengan ucapan syukur adalah suatu anugrah yang diberikan dan perlu dilestarikan, agar tetap hidup dalam tatanan hidup bersama. Membantu dan bekerjasama untuk kepentingan orang lain, disitulah letak nilai kebersamaan dalam mewujudkan lingkungan yang hidup dan tetap terjaga sampai kepada generasi-generasi berikutnya.

  • Bibliografi
  • Lihat Juga

  • Bibliografi

    Alloy, Surjani, dkk., 2008. “Dayak Kebahan” dalam John Bamba (eds.). Mozaik Dayak: Keberagaman Subsuku dan Bahasa Dayak Kalimantan Barat. Pontianak: Institut Dayakologi.

    Matias, Sanen (eds), 2008. Kebudayaan Dayak: Upacara syukuran hasil panen. Jakarta: PT Grasindo.

    Magnis, Franz Suseno, 2000. 12 Tokoh Etika Abad ke-20, Yogyakarta: Kanisius.


    Lihat Juga

    Nyaho ( Dayak Kayaan, Kalbar: Upacara adat ngayo )  Tiwah ( Dayak Tamuan, Kalteng: Ritual menahan mayat )  Adat pati ( Dayak Kebahan, Kalbar: Hukum adat ganti rugi bagi yang mati dibunuh ) 

    Oleh :
    Yohanes Kasra ()