
Lapo Tuak (Bahasa Batak Toba: Kedai Tuak)
Berbagai acara adat orang Batak Toba mewajibkan pihak tertentu yang menyertai acara tersebut untuk memberikan “pasi tuak natonggi” (untuk membeli tuak yang manis). Hal ini menunjukkan bahwa tuak memegang peranan dalam kehidupan masyarakat Batak. Peranan ini mungkin didapati pada acara atau maupun dalam kehidupan sehari-hari (bdk.Simanjuntak, 2011:169).
Tuak disadap dari pohon enau atau pohon kelapa. Mula-mula cabang bunganya diberi beberapa ramuan hingga mengeluarkan tuak. Tuak ini rasanya manis sehingga sering diproses lagi menjadi gula aren. Akan tetapi tuak adalah minuman khas bagi beberapa kelompok etnis di Indonesia, termasuk suku bangsa Batak. Dalam masyarakat Batak terdapat suatu legenda “Bonani Bagot” (pohon enau) yang sampai sekarang legenda tersebut masih diingat sebagian orang. Legenda tersebut sebagai berikut:
Dahulu kala, ada seorang anak gadis yang merasa terhina dan jiwa selalu tersiksa. Keadaan ini disebabkan oleh perbuatan saudara-saudaranya. Gadis tersebut merupakan anak kesayangan ayahnya, akan tetapi dia mempunyai ibu tiri. Maka ia selalu dicaci maki oleh ibu tiri dan saudaranya dengan menyatakan bahwa dia seorang pemalas dan tidak tahu bekerja. Akibat dari cercaan itu, dia sering menangis dan mengurung diri. Gadis itu juga sering berdiri dan berdiam diri sendiri seperti patung, dia merasa terhina yang berkelanjutan. Akhirnya gadis itu putus asa. Ia memohon kepada Ompu Mulajadi Nabolon (Debata=Allah) agar kiranya ia dapat dijadikan seorang yang serba guna. Dengan suara kuat dan bergema dia memohon: “oh maha pencipta jadikan saya ini orang yang serba guna”. Dia memohon terus-menerus dengan menengadah dan menatap ke langit. Debata (Allah) nampaknya mengabulkan permohonannya. Dan gadis tersebut akhirnya berubah menjadi “bogot” (pohon enau atau bias juga susu). Memang dengan bertukar sebagai pohon enau, gadis itu menjadi serba guna. Dari pohon enau dapat dihasilkan selain tuak juga atap dan sapu ijuk, sapu lidi, gula, sagu, tali, titi (jembatan) dan lain-lain. Akan tetapi yang sangat terkenal ialah tuak.
Pada mulanya tuak dijual kalau tidak di bawah pokoknya sendiri, akan dijual di rumah paragat (penyadap tuak). Namun, lama-kelamaan timbullah “praktek tuak” (kedai tuak). Di tempat ini orang biasanya minum tuak. Akhirnya kedai tuak ini memiliki berbagai fungsi dalam masyarakat Batak (Simanjuntak, 2011:170). Fungsi yang baik dari kedai tuak ialah sebagai berikut: (1).Tuak biasanya digunakan sebagai minuman pelepas dahaga dan penambah tenaga yang harganya murah. Rasanya bervariasi bai tuak manis hingga agak pahit seperti bir. (2).Tuak dapat diminum ibu-ibu yang baru melahirkan, selain untuk penambah tenaga juga memperlancar dan memperbanyak air susu ibu (ASI) yang sangat berkasiat untuk bayi yang baru lahir. (3).Kedai tuak dapat juga berfungsi sebagai sarana komunikasi. Ditempat ini berkumpul orang-orang dari berbagai tingkatan dan golongan. Informasi dapat tersalur dari seseorang ke orang yang lain tanpa biaya banyak. Demikian juga informasi social Budaya Batak dapat tersalur melalui orang di kedai tuak. (4).Kedai tuak juga berfungsi sebagai hiburan. Setelah kerja keras seharian mencari nafkah, banyak orang yang datang ke kedai tuak untuk bersama-sama menghibur diri sendiri dengan alunan nyanyian Batak. (5). Kedai tuak berfungsi juga sebagai usaha untuk mengurangi pengangguran. Banyak orang berhasil dalam hidupnya dari bisnis kedai tuak. Sebab kedai tuak memberi pekerjaan bagi orang yang putus sekolah.
Setelah memperhatikan fungsi kedai tuak seperti yang dijelaskan di atas, walaupun ada yang mengatakan bahwa banyak orang Batak yang bermalas-malasan di kedai tuak, eksistensi kedai tuak perlu dikembangkan. Memang orang pemalas itu di mana pun ia bersada akan tetap menjadi pemalas. Walaupun ada yang mengatakan bahwa kedai tuak itu sumber keributan, yang tentu terjadi karena kurang pengawasan,kehadiran kedai tuak untuk masyarakat Batak sangat diperlukan. Untuk itu diperlukan pembinaan dalam kedai tuak tersebut,demi meningkatkannya menjadi lebih bermutu, agar jangan meningkatkan hal-hal yang negatif (bdk.Simanjuntak, 2011:170). Apabila kedai tuak dapat dibina dengan baik dengan sendirinya kita akan memerlukan pohon aren dan pohon kelapa. Kedua macam pohon ini sangat baik untuk mencegah erosi.
Dari penjelasan di atas dapat saya simpulkan ialah bahwa Lapo Tuak mempunyai makna dan nilai etis bagi orang Batak Toba yaitu ialah Lapo Tuak sebagai suatu arena dan wadah dimana setiap anggota masyarakat dapat datang dan berkumpul serta berkomunikasi satu dengan yang lainnya sesuai dengan pengetahuan kebudayaan setiap anggota masyarakat. Saling berbincang mengenai apa yang mereka alami sehari-hari, baik menyangkut kehidupan politik maupun keadaan sosial
Joan Nami Pangonsian Siagian (-)