Ensiklopedia Filsafat Widya Sasana
| Tentang EFWS

Ata Polo (Bahasa Lio-Ende: orang jahat atau suanggi)


Lio-Ende merupakan nama sebuah suku yang terletak di kabupaten Ende-Flores Nusa Tenggara Timur. Suku satu-satunya di kabupaten Ende ini memiliki aneka terminologi. Salah satu terminologi tersebut adalah ata polo (orang jahat atau suanggi). Orang Lio-Ende menyebut suanggi atau hantu jadi-jadian dengan istilah ata polo. Ata polo dikenal sebagai makhluk yang dapat berubah wujud. Istilah ata polo bukan lagi istilah yang asing ditelinga orang Lio-Ende karena sudah digunakan berabad-abad lamanya. Dengan kata lain, ata polo sudah memainkan peranan antagonis dalam kehidupan masyarakat Lio-Ende. Namun, penggunaan terminologi ata polo dibagi ke dalam beberapa golongan yakni ata polo ana tana (suanggi yang muncul dari silsilah keturunan), ata polo kesu (suanggi yang diturunkan dari suanggi silsila keturunan) dan ata polo jou (sunggi yang berguru pada suanggi ana tana dan kesu). Pertama, ata polo ana tana merupakan jenis suanggi yang sudah menyatu dengan alam. Sehingga ata polo ana tana lebih terarah kepada polo tana watu (suanggi penguasa alam). Jenis ata polo ini tidak bermaksud untuk menyerang orang-orang yang melanggar adat, tetapi meminta nitu pa’iata mata (arwah-arwah nenek moyang) demi mempertahankan hegemoninya.

Kedua, ata polo kesu. Ata polo jenis ini berawal dari keinginan untuk mendapatkan kesaktian. Caranya, orang tersebut harus melakukan penyembahan atau pemujaan terhadap benda-benda yang dianggap keramat. Biasanya cara ini dilakukan secara rahasia dan di luar tata cara adat Lio-Ende. Setelah beberapa kali melakukan ritual, orang tersebut akan mengalami reinkarnasi. Proses reinkarnasi berlangsung secara cepat dan dalam keadaan ketidaksadaran. Proses inilah yang mengubah seorang manusia biasa menjadi ata polo kesu. Dengan kesaktian yang dimiliki oleh ata polo kesu, ia dapat menjelma menjadi apa saja. Bahkan jenis ata polo ini diyakini bisa terbang di malam hari, mempunyai banyak raga dan menyantet orang lain. Ciri-ciri yang biasa dijumpai dalam diri ata polo kesu adalah sorot mata yang tajam dan mata berwarna merah jika menatap orang lain. Mereka mengungkapkan kemarahan kepada orang lain dengan menggunakan kata-kata kiasan dan berkeliaran pada tengah malam dalam aneka wujud. Ketiga, ata polo Jou. Jenis ata polo ini dikenal sangat unik dibandingkan jenis-jenis lainnya. Di mana letak keunikannya? Ya, keunikan ata polo jou yakni dalam aksi-aksinya yang sangat fenomenal dalam masyarakat. Namun, kehadiran ata polo jou tidak bisa dilepaspisahkan dari ata polo ana tana dan ata polo kesu. Dengan kata lain, penyatuan diri dengan kedua jenis ata polo ini akan menjadi kekuatan yang sangat mengagumkan. Artinya, jika orang ingin menjadikan dirinya sebagai ata polo, dia harus melewati beberapa tahap (bdk. Paul Arndt, 2003: 186).

Tahap-tahap yang harus dilalui ata polo jou adalah menemui ata polo ana tana atau ata polo kesu. Untuk menjadi murid kesayangan ata polo jou wajib menyatakan sumpah untuk tidak melanggar etika, menyerahkan diri seutuhnya, mempunyai keyakinan yang kuat, menjaga kerahasiaan meskipun terjadi hal yang buruk di kemudian hari. Ata polo jou harus memenuhi beberapa syarat yang diajukan, dan berani menanggung resiko atas segala perbuatannya di dalam masyarakat. Setelah persyaratan-persyaratan ini dipenuhi, orang akan disuguhkan air, dimandikan atau memakan pu’u pare laka (batang padi beras merah). Prosedur ini harus dilakukan secara rahasia dan tidak boleh diketahui orang lain. Tentu saja tidak mudah menjalankan syarat-syarat yang ditentukan, tetapi ironisnya banyak orang melakukannya. Memang pada awalnyaata polo jou ini bertujuan untuk membentengi diri dari kekuatan jahat. Namun, lama-kelamaan beralih tujuan menjadi jahat dan sulit dikendalikan. Beberapa kejadian yang sering menimpa ata polo jenis ini yakni menyantet setiap orang yang tidak disukainya, suka membangkang, iri hati kepada orang lain yang lebih mampu, menghasut orang lain, dan menyatakan diri paling hebat atau sakti. Masyarakat dapat mengetahui atau mengenali ciri-ciri jenis ata polo ini yakni pada malam hari. Setelah menyantet orang lain,ata polo ini juga memakan korbannya yang sudah meninggal (https://www.marlin-bato.com).

Masyarakat Lio-Ende diliputi ketakutan dan kecemasan berhadapan dengan fenomena ata polo. Dari ketakutan dan kecemasan tersebut maka munculah cara baik doa-doaata upun ungkapan-ungkapan untuk melindungi diri. Masyarakat Lio-Ende memiliki beberapa cara dalam menanggapi persoalan seputar ata polo. Orang Lio-Ende memiliki terminologi suasasa (suatu ungkapan bahasa kiasan sebagai bentuk permohonan dengan maksud tertentu). Suasasa adalah seruan permohonan perlindungan dari segala bentuk godaan ataupun gangguan roh-roh jahat. Suasasa juga bisa dilakukan ketika salah seorang dari anggota keluarga sedang mengalami sakit. Segala macam bentuk sakit sering kali dikaitan dengan adanya kekuatan jahat yakni ata polo (bdk. Vedatus Riky. 1980: 40)

Dalam kitab suci orang Kristen dikatakan bahwa kekuatan jahat atau setan itu ada (Mat. 4:1-11). Bahkan Yesus sendiri mengatakan “Aku melihat iblis jatuh seperti kilat dari langit” (Luk. 10:18). Dari dua contoh diatas cukup bagi kita untuk membuktikan bahwa kekuatan jahat itu ada. Apa yang disebut dengan jahat selalu bertentangan dengan Allah karena Allah adalah kasih (1 Yoh. 4:8). Kasih Allah ini terlihat dari sifatnya yang berbelaskasihan, menyembuhkan dan menyelamatkan (bdk. Mat. 9:1-8, Luk 8:40-56). Hal ini sangat bertentangan dengan fenomena ata polo yang memiliki sifat membinasakan kehidpan manusia. Ajaran Gereja Katolik tentang keberadaan iblis atau setan sangat jelas terlihat dalam liturgi. Pada perayaan Baptisan, mereka yang dibaptis diminta untuk menyatakan penolakan terhadap setan, dan perbuatan-perbuatannya, dan janji-janjinya yang kosong.

Menghadapi situasi ini apa yang harus dilakukan oleh Gereja dalam berpastoral mewartakan Allah yang Mahakuasa dan Mahakasih. Kehadiran Gereja hendaknya merangkul semua orang termasuk di dalamnya oknum-oknum yang dituduh sebagaiata polo. Mereka tidak boleh dibiarkan begitu saja, karena salah satu fungsi kehadiran Gereja adalah menghadirkan keselamatan yang dibawah oleh Yesus Kristus. Gereja memberi kesadaran akan iman kristiani kepada pihak-pihak yang dituduh ata polo. Penting bagi Gereja untuk memberikan pengampunan sebagaimana Allah adalah pengampun. Gereja menjadikan dirinya sebagai jembatan untuk melakukan rekonsiliasi. Rekonsiliasi tersebut harus membawa individu-individu kepada pertobatan yang sejati dan mendalami iman kristiani. Meskipun roh-roh jahat memiliki kuasa membinasakan, dengan bantuan Allah kita dapat melawan mereka dan menjadi pemenang. Agar dapat memperoleh bantuan itu, kita perlu mempelajari tuntutan Allah dan menjalankannya. Rasul Paulus dalam suratnya kepada jemaat di Kolose menekankan doa supaya memperoleh hikmat pengertian yang benar untuk mengetahui kehendak Tuhan. Doa memberi pertumbuhan dalam pengetahuan yang benar akan Allah (bdk. Kol. 1:9-10). Doa memberi kekuatan dan kemampuan untuk melindungi diri terhadap setiap godaan dan gangguan si jahat.

Fenomena ata polo mengakibatkan masyarakat hidup dalam kecurigaan antara satu dengan yang lain. Perpecahan dan pertengkaran seringkali terjadi karena saling tuduh menuduh. Kecurigaan terkadang timbul karena penilaian seseorang bukan berdasarkan pengalaman pribadi. Maka perlu bagi diri sendiri memiliki kemampuan untuk menyaring setiap informasi. Persoalan seputar ata polo kadang kala lahir dari cara pandang yang keliru terhadap gaya hidup orang lain. Iman kristiani mengajarkan bahwa “janganlah percaya akan setiap roh, tetapi ujilah roh-roh itu, apakah mereka berasal dari Allah” (1 Yoh. 4:1). Janganlah percaya merupakan sebuah ajakan untuk tidak terlena dan cepat mengambil keputusan untuk bertindak. Setiap roh yang berasal dari Allah menghasilkan kebenaran dan memperoleh kebijaksanaan dalam hidup. Sedangkan yang datang dari si jahat adalah kebinasaan hidup.

  • Bibliografi
  • Lihat Juga

  • Bibliografi

    Arndt, Paul. 2003. Agama Asli Di Kepulauan Solor. Maumere: Puslit Candraditya.

    Riky, Vedatus. 1980. Beberapa Pandangan dan Sikap Hidup Suku Daya. Jakarta: Dokumentasi dan Penerangan Mawi.

    https://www.marlin-bato.com., diakses pada Kamis, 4 Mei 2017, pkl, 22: 43.


    Lihat Juga

    Wurumana (Bahasa Lio-Ende: “hal gotong royong”)  Fai Walu Ana Halo (Lio-Ende: janda dan yatim piatu)  Ragi Lambu, Luka Lesu (Bahasa Lio-Ende: pakaian adat untuk pria Lio-Ende) 

    Oleh :
    Rikardus ()