Ensiklopedia Filsafat Widya Sasana
| Tentang EFWS

Mangongkal holi (Bahasa Batak Toba: Menggali tulang belulang)


Mangongkal holi adalah salah satu ritual dalam budaya Batak Toba untuk menghormati leluhur yang telah lama meninggal dengan cara memindahkan tulang belulang leluhur ke kubur yang baru atau yang disebut tugu. Ada beberapa alasan pemindahan tulang belulang leluhur. Pertama, tulang belulang dipindahkan oleh karena kubur lama tidak layak lagi digunakan. Kedua, mengosongkan kuburan lama agar dapat digunakan kembali oleh keturunan yang meninggal di kemudian hari. Artinya kuburan lama diperuntukkan kepada keturunan yang meninggal. Ketiga, penghormatan terhadap leluhur oleh sebuah garis keturunan. Dari ketiga alasan tersebut, penghormatan terhadap leluhurlah yang menjiwai suku Batak Toba untuk mengadakan ritual mangongkal holi (Siahaan 2011:136).

Menggali tulang belulang leluhur adalah sebuah upacara yang agung bagi suku Batak. Oleh karena itu upacara ini dipersiapkan dan dirayakan sedemikian rupa sehingga tampak agung dan menampakkan penghormatan yang pantas. Semua keturunan yang bersangkutan menyelenggarakan pesta yang sangat meriah. Dalam upacara itu ada gondang bolon (gendang), tor-tor (tarian Batak Toba), barisan para ibu-ibu yang membawa beras. Pada umumnya pesta atau perayaan ini dilakukan berhari-hari atau berbulan-bulan tergantung kedudukan leluhur di masa hidupnya serta kemampuan finansial para keturunan penyelenggara pesta.

Upacara menggali tulang belulang leluhur ini bisa dipestakan secara sederhana maupun secara besar-besaran. Jika dirayakan secara sederhana maka upacaranya dilakukan seperti berikut: persembahan kurban berupa makanan kepada leluhur, dewa-dewa alam, raja dari kedelapan mata angin, dan kepada roh orang-orang yang turut dalam pesta. Seluruh orang yang hadir menaburkan beras di atas kepala masing-masing yang disebut parbue santi-santi. Selanjutnya datu (dukun) mempersembahkan kurban sebagai tanda sukacita sambil mohon agar keturunan bertambah semarak dan berusia lanjut.

Apabila pesta diselenggarakan secara besar-besaran maka, penyelenggara upacara harus mendirikan tonggak borotan (tiang untuk mengikat kerbau) dan melakukan pesta raya. Sehari sebelum pesta dimulai, seluruh undangan yang hadir menari sepanjang malam sampai dini hari. Pagi harinya acara diakhiri dengan makan bersama. Dalam makan bersama dihidangkan makanan khas yaitu sagu-sagu sitompion (kue dari tepung) beserta demban (sirih) persembahan. Selanjutnya dipersembahkan beras, itak gurgur, sirih, dan seekor ayam kecil kepada leluhur dan dewa-dewa di halaman kampung. Di tempat tersebut digali sebuah borotan berdiri tegak, seekor kerbau dibawa masuk dan diikatkan pada tonggak. Selanjutnya datu menari mengelilingi kerbau sebanyak empat kali, di tangannya ada tombak dan pedang. Selanjutnya seorang yang telah ditugaskan datang mendekat lalu menusukkan tombaknya ke tubuh kerbau.

Pada upacara mengali tulang belulang ini sering dilakukan penobatan arwah leluhur menjadi sombaon. Setelah leluhur dinobatkan menjadi sombaon (yang disembah), kedudukannya hampir mendekati tingkat dewa. Selanjutnya sombaon melalui dukun mengumumkan nama baru untuk dirinya. Kemudian sombaon mencari tempat bersemayam yang baru misalnya, di puncak gunung, di hutan belantara atau di sebuah sungai yang deras. Tempat-tempat yang dijadikan sombaon sebagai tempat bersemayam menjadi tempat suci bagi para keturunan leluhur tersebut. Dan pada hari-hari tertentu semua keturunan mempersembahkan kurban kepada sombaon (Siahaan 2011:137).

Mangongkal holi merupakan ritual yang masih dilestarikan oleh orang Batak Toba sampai sekarang ini. Namun apakah makna dari mangongkal holi sehingga ritual itu sampai sekarang masih dilaksanakan? Ada beberapa makna ritual mangongkal holi yaitu; Pertama, menghormati roh leluhur dan roh orang tua agar keluarga terhindar dari segala marabahaya. Kedua, mendatangkan berkat bagi semua keluarga. Ketiga, menyatukan semua tulang belulang keluarga dan leluhur yang terpencar-pencar di tanah perantauan. Keempat, semua keluarga yang hadir akhirnya saling mengenal karena ada kesempatan untuk mengurutkan silsilah keluarga yang dalam bahasa batak disebut martarombo. Keenam, menaikkan derajat keluarga karena keluarga yang melakukan ritual mangongkal holi dianggap orang yang beradat, maka mereka akan dihormati dan menjadi keluarga terpandang di dalam masyarakat Batak Toba (Kristian 2009:31).

Upacara mangongkal holi secara Kristiani dapat dimaknai menurut hukum taurat yang diberikan oleh Allah kepada Musa di Gunung Sinai. Pemaknaan secara Kristiani inilah yang dilakukan oleh pihak Protestan. Upacara mangongkal holi sesuai dengan perintah Allah nomor lima yaitu “Mardomu tunamanuruti patika palimahon tujuanni namangongkal holi ima pasangaphon natorasna, masuk natoras do sude nangangka ompu-ompu”. Artinya adalah menghormati orang tua dan semua orang tua dari leluhur (Kristian 2009:32). Pemikiran inilah yang berkembang sampai saat ini di kalangan orang Batak Toba terkait upacara mangongkal holi

  • Bibliografi
  • Lihat Juga

  • Bibliografi

    Kristian, Henri Naibaho, 2009. Mangongkal Holi: Upacara Penghormatan Roh Nenek Moyang Dalam Suku Batak Toba Telaah Filsafat Manusia(Skripsi), Malang: Sekolah Tinggi Filsafat Teologi Widya Sasana.

    Siahaan, Bisuk, 2011. Batak: Satu Abad Perjalanan Anak Bangsa, Jakarta: PT. Glory Offset Press.


    Lihat Juga

    Mangallang Horbo Bius (Bahasa Batak Toba: Ritual memakan hewan persembahan yaitu kerbau)  Marhata Sinamot (Bahasa Batak Toba: hal merundingkan mas kawin atau uang mahar) 

    Oleh :
    Rudianto Situmorang (-)