Gendang Guro-guro Aron (Batak Karo, SUMUT: upacara kaum muda untuk berinteraksi dengan yang lain)
Guro-guro aron adalah berarti hiburan atau pesta dan aron berarti muda-mudi. Guro-guro dapat diartikan ke dalam dua kata, yaitu: “guro-guro” yang berarti main-main, bersenda gurau. Kemudian “Aron” yang berarti muda-mudi atau dalam bahasa Karo “anak perana dan singuda-nguda” yang dalam tradisi mengerjakan ladang bersama-sama. Kemudian kata “gendang” didepannya yang diartikan sebagai sebuah kerja, pesta, upacara dengan tari-tarian memberikan pengertian Gendang Guro-guro Aron merupakan kerja, pesta, upacara yang diperuntukkan sebagai ajang muda-mudi erguro-guro (bdk. Darwan, 2004:279).
Sejarah awal mula Gendang guro-guro aron sebelum berubah menjadi pesta muda-mudi adalah sebuah bentuk ucapan syukur masyarakat Batak Karo yang berada di Sumatera Utara, tepatnya di desa Berastagi,Kabanjahe, Tiga binaga, Tiga Panah, Kuta Buluh dan Lau Baleng dan sekitarnya, atas panen yang telah dilalui dan doa dan harapan agar musim selanjutnya seperti ungkapan “Mbuah page nisuan, merih manuk niasuh” (Padi berbuah banyak, ayam berkembang biak dengan banyak), sebagai salah satu simbol kemakmuran pada masyarakat Batak Karo. Konon guro-guro aron juga merupakan sebuah kegiatan rutin setiap tahun yang biasanya dilaksanakan setelah acara panen di sawah selesai. Perayaan tersebut merupakan bagian dari ucapan syukur kepada Sang Pencipta karena kegiatan menanam padi telah selesai. Teriring doa agar tanaman padi tersebut diberkati dan bebas dari hama dan menghasilkan buah panen yang berlimpah. Momen yang melibatkan seluruh warga kampung tersebut biasanya juga dimanfaatkan muda-mudi sebagai arena mencari jodoh.
Dalam setiap desa pesta Guro-guro aron waktunya dibuat secara berbeda-beda, akan tetapi jarak waktu pelaksanaannya tidak terlalu jauh yaitu hanya selisih satu bulan saja. Meskipun berbeda bulan pelaksanaannya tetapi tujuannya tetap sama yaitu ucapan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas hasil panen yang telah diberikan-Nya. Inilah sejarah singkat dari teminologi Guro-Guro Aron yang awal mulanya sebuah upacara ucapan syukur kepada Yang Mahakuasa atas hasil panen yang telah diberikan-Nya, sampai pada perubahan dan perkembangan menjadi pesta muda-mudi masyarakat Batak Karo.
Terminologi “guro-guro” aron merupakan terminologi yang cukup tua dalam masyarakat Batak Karo. Terminologi “guro-guro” aron ini telah beralih menjadi “Kerja Tahun” (pesta tahunan) dalam jaman modern. Apabila kaum muda mendengar terminologi ini, banyak di antara kaum muda merespon secara positif. Kegiatan guro-guro aron dapat diartikan dengan pesta, tetapi pesta ini banyak melibatkan kaum muda. Guro-guro aron ini pada jaman modern tidak hanya berlaku bagi masyarakat Batak Karo sendiri sekurang-kurangnya para penontonnya mencakup berbagai suku.
Guro-guro aron adalah pesta atau hiburan bagi kaum muda-mudi masyarakat Batak Karo. Di dalam acara guro-guro aron pada masyarakat Batak Karo memiliki fungsi dan makna untuk mendidik kaum muda. Kaum muda dididik untuk beberapa hal seperti latihan kepemimpinan, maksudnya bahwa dalam guro-guro aron muda-mudi dilatih memimpin, mengatur, mengurus, pesta tersebut (bdk. Darwan, 2004:280). Untuk itu ada yang bertugas sebagai ketua aron, bapa aron, dan nande (ibu) aron. Mereka dengan mengikuti guro-guro aron ini dipersiapkan sebagai pemimpin kuta (desa) dikemudian hari. Belajar adat Karo, artinya dalam melaksanakan guro-guro aron muda-mudi juga belajar tentang adat Karo, misalnya cara bertutur kata, mana yang boleh teman menari sesuai dengan marga dan mana yang tidak boleh. Belajar etika, artinya dalam melaksanakan guro-guro aron in, anak perana dan singuda-nguda (muda-mudi) juga belajar etika atau tata karma pergaulan hidup sesamanya. Arena cari jodoh, artinya guro-guro aron menjadi sarana untuk mempertemukan banyak muda-mudi Karo yang datang dari desa-desa lain untuk bersilaturahmi dengan keluarganya dan pada akhirnya berjumpa dan dipertemukan dengan muda-mudi lainnya dalam pesta guro-guro aron ini.
Kegiatan guro-guro aron ini sudah jelas melibatkan jumlah orang yang cukup banyak mencakup anak-anak, orangtua, dan kaum muda itu sendiri. Acara guro-guro aron ini menjadi sarana bagi masyarakat Batak Karo diperankan oleh kaum muda untuk berinteraksu dengan yang lain. Oleh sebab itu dapat dikatakan bahwa guro-guro aron ini bersifat mendidik dan mendewasakan kaum muda dan membina mereka untuk dapat menjadi seorang pemimpin, pengulu (kepala desa) sekaligus memperdalam relasi dengan mereka.
Bibliografi
Darwan Prinst. S. H. 2004. Adat Karo, Medan: Bina Media.
Sitepu Sempa, Bujur Sitepu, A. G. Sitepu. 1996. Pilar Budaya Karo, Medan: Forum Komunikasi Masyarakat Karo (FKMK) SU.
Joan Nami Pangonsian Siagian (-)