Ensiklopedia Filsafat Widya Sasana
| Tentang EFWS

Mangallang Horbo Bius (Bahasa Batak Toba: Ritual memakan hewan persembahan yaitu kerbau)


Mangallang horbo bius adalah salah satu ritual dalam budaya Batak Toba untuk mengucap syukur dan memohonkan kepada Mulajadi Nabolon (Tuhan Allah) tahun penuh keberuntungan, panen melimpah, dan keselamatan serta kesejahteraan. Terminologi ini terdiri dari tiga kata yaitu mangallang yang berarti memakan; horbo berarti kerbau; bius adalah organisasi pemerintahan tradisional Batak yang merupakan gabungan dari beberapa desa. Maka mangallang horbo bisu adalah sebuah upacara memakan kerbau yang merupakan hewan persembahan. Nama lain dari upacara ini adalah marsipaha lima, karena upacara ini dilaksanakan pada bulan ke lima menurut kalender Batak Toba (D.Sinaga 1985:155).

Upacara mangallang horbo bius merupakan sebuah ritual yag dilakukan oleh orang batak untuk mengucapkan rasa syukur dan terimakasih kepada para dewa atas panen yang telah diberikan, serta mengajukan permohonan agar musim panen yang akan datang bisa menghasilkan padi lebih melimpah sehingga kemakmuran rakyat tercapai. Isi permohonan itu adalah “sinur na pinahan, gabe na niula” artinya adalah ternak peliharaan berkembang biak dan tanam-tanaman padi menjadi subur dan menghasilkan (Antonius 2009:117.

Upacara ini dilakukan dengan beberapa tahapan. Adapun tahapan dari upacara ini yaitu: Pertama, musyawarah. Musyawarah ini bertujuan untuk menentukan tata cara pelaksanaan dan tempat upacara diadakan. Kedua, memberitahukan kepada semua desa tentang pelaksanaan upacara. Ketiga, membuat makanan dari tepung beras. Keempat, memberitahukan kepada keramat penghuni Gunung Pusuk Buhit perihal rencana upacara, meramalkan kehidupan warga pada tahun itu, menari bersama, menyiapkan tiang untuk mengikat kerbau di tempat upacara, menombak hewan persembahan, dan diakhiri dengan pesta besar dengan makan bersama.

Upacara ini dilakukan di beberapa tempat sesuai dengan tahapannya. Musyawarah dilakukan di partungkoan (tempat musyawarah di desa), biasanya di tanah berbukit kecil atau di bawah pohon beringin. Tahapan lain dilakukan di halaman desa, di tepi sungai dan di tempat tertentu dalam wilayah bius, khusus untuk melaksanakan upacara-upacara yang berhubungan dengan bius.

Orang yang sangat berperan penting dalam upacara mangallang horbo bius adalah Raja Ijolo. Dia adalah pemimpin dalam upacara ini. Tugasnya adalah memimpin musyawarah. Dalam melakukan tugasnya, dia juga dibantu oleh raja-raja batak lain dari setiap wilayah kampung dan pamantom (penombak) untuk menombak kerbau serta seorang datu (dukun) untuk berhubungan dengan Mulajadi Nabolon dan roh leluhur.

Upacara ini dimulai dengan mengadakan musyawarah terlebih dahulu. Hasil musyawarah kemudian disampaikan kepada seluruh warga desa. Pemberitahuan kepada warga desa bertujuan agar setiap warga dari setiap desa mempersiapkan diri dalam upacara itu yaitu dengan mempersiapkan segala sesuatu yang dibutuhkan. Dalam upacara mangallang horbo bius, hewan yang dijadikan persembahan adalah kerbau. Untuk ini dibutuhkan seekor kerbau pilihan. Ciri-ciri kerbau pilihan untuk upacara ini adalah tanduknya tegak ke atas dan memiliki empat undur-undur di kepalanya.

Kerbau yang telah menjadi pilihan untuk dipersembahkan akan diikatkan di sebuah tiang (borotan). Kemudian dipersiapkan tiang untuk mengikat kerbau, hiasan yang terdiri dari pucuk kelapa muda dan daun beringin. Tiang tempat kerbau diikatkan harus berada di tengah-tengah semua warga bius. Dengan kata lain bahwa kerbau akan dikelilingi oleh warga bius yang mengadakan upacara tersebut. Selanjutnya warga bius mempersiapkan makanan dan kue-kuean yang terbuat dari tepung beras seperti sagu-sagu, pohul-pohul, tutuan bulu, dan lanjang-lanjang.

Setiap warga bius yang mengadakan upacara ini harus berpantang. Ada beberapa pantangan yang harus dihindari yaitu; warga dilarang berperang, tidak boleh tidur tanpa menggunakan karung beras agar jiwa tidak pergi ke mana-mana, tidak boleh ribut agar roh leluhur mau datang (roh leluhur tidak suka keributan) dan menyalakkan lampu agar roh leluhur mau datang, tidak boleh menerima jumlah daging dengan jumlah yang banyak. Ini menandakan bahwa kerelaan memberikan persembahan kepada para roh dan arwah yang dipuja (D.Sinaga 1985:165).

Mangallang horbo bius adalah ritual yang masih dilakukan oleh suku Batak Toba untuk menyambut masa tanam. Hal ini dikarenakan bahwa pada umumnya orang Batak Toba adalah petani. Oleh karena itu upacara ini sangat penting bagi mereka. Melalui upacara ini mereka memohonkan tahun keberuntungan dan panen melimpah. Menurut hemat saya, upacara mangallang horbo bius ini juga sudah masuk dalam inkulturasi gereja, hanya bentuk upacara yang berbeda. Upacara itu disebut pesta gotilon (Bahasa Batak Toba: adalah upacara yakni umat membawa hasil panen dan benih yang akan ditanam untuk diberkati). Tujuan dari pesta gotilon adalah sama dengan upacara mangallang horbo bius yaitu mengucap syukur atas panen yang sebelumnya telah mereka peroleh dan memohon limpahan panen untuk masa tanam selanjutnya. Maka mangallang horbo bius dalam budaya suku Batak Toba bukanlah sebuah upacara yang mempersembahkan sesajen kepada roh leluhur melainkan upacara mohon berkat dari Mulajadi Nabolon (Tuhan Allah). Setiap orang pasti memohon berkat dari Tuhan Allah, maka budaya mereka ini tidak bertentangan dengan kepercayaan sekarang ini

  • Bibliografi
  • Lihat Juga

  • Bibliografi

    Antonius, Bungaran Simanjuntak, 2009. Konflik Status Dan Kekuasaan Orang Batak Toba, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

    D. Sinaga, dkk, 1985. Upacara Tradisional Yang Berkaitan Dengan Peristiwa Alam Dan Kepercayaan Daerah Sumatera Utara, Jakarta: Depertemen Pendidikan Dan Kebudayaan.


    Lihat Juga

    Mangongkal holi (Bahasa Batak Toba: Menggali tulang belulang)  Marhata Sinamot (Bahasa Batak Toba: hal merundingkan mas kawin atau uang mahar) 

    Oleh :
    Rudianto Situmorang (-)