Ensiklopedia Filsafat Widya Sasana
| Tentang EFWS

“Go Pado Tau Maki Go Muzi Kita Ata” Bahasa: Flores-Ngada: Pengembangan Sosial Ekonomi Tradisi Ngada


Pado menuntun agar dapat dikerjakan dengan cermat.

Tau melakukan.

Go pado tau pekerjaan yang dilakukan dengan cermat.

Maki untuk.

Go muzi kehidupan.

Kita ata manusia.

Go pado tau go maki muzi kita ata, adalah ungkapan tradisi dalam usaha pengembangan karya sosial ekonomi. Go pado tau itu juga suatu keahlian dan keterampilan melakukan suatu pekerjaan yang berdaya didik.

Karya sosial ekonomi selalu dipantau dengan cermat di lapangan dan diikuti dengan pengarahan (pedu pado peu palo-p4) yang berkesinambungan akan berkembang secara wajar dan membantu meningkatkan pendapatan per kapita keluarga. Proses pengarahan dan pemantauan (pedu pado peu palo) go pado tau ini sudah sangat membudaya pada orang Ngada di masa lampau, karena berpegang pada ajaran pokok budaya su’i uwinya.

Go pado tau itu juga salah satu bentuk pemberdayaan (empowering),tradisi paten dalam masyarakat Ngada dengan adanya kelompok-kelompok kerja pada setiap Woe, Ulu NuaWena Nua (kesatuan kampung) atau Ka Pesa (kesatuan keerja sama antar kampung), misalnya Nua Tuku -Waru Waja se Ka Pesa dengan Nua BOTU, Se Ka Pesa Jo Jawa Waturisu- dewasa ini telah dimekarkan menjadi tiga dusun yakni Jawa Maghi, Bo Jawa dan Bo Maghi, Dolu Pore dan Wolokuru, Toda-Belu, Mangulewa – Bo Niki,Beilele – turekisa, masing-masing sesudah memiliki kesatuan kerja gotong royong seperti muku manu atau rau zo dan sebagainya.

Go pado tau itu tidak saja berkembang dalam bidang sosial ekonomi tetapi juga dalam bidang-bidang lain seperti sosial politik (pemilihan kepala kampung), moral-pendidikan, lingkungan hidup dan iman sesuai ukuran dan perkembangan zamannya. Kekuatan-bantuan yang berasal dari luar baik pemerintah, swasta (LSM) ataupun Gereja,hendaknya mengambil bagian (partisipasi), yang bersifat mendukung (supportif) kesatuan karya pengembangan pembangunannya bukan mengambil alih atau mengalihkan (alternatif).(Yosep Tua Demu, 2011: 101)

Guna lebih mempermudah penghayatan go pado tau tersebut yang menjurus pada pelaksanaan pengembangan sosial ekonomi yang mapan, maka disajikan secara agak sistematis sebagai berikut.

Cuplikan dari ajaran pokok su’i uwi tentang kehidupan sosial ekonomi. Su’i uwi sebagai kearifan pokok yang menjadi pedoman dan pegangan pelaksanaannya.

Ajaran itu mewajibkan semua orang Ngada untuk memiliki huma dan rumah yang diilengkapi dengan sarana kerja serta kewajiban yang tangguh untuk menjadi bagian dari kehidupan. Ajaran itu mewajibkan masyarakat Ngada untuk memiliki dan memelihara ternak kecil dan besar serta tanaman umur pendek dan panjang. Hendaknya setiap orang bekerja keras dengan menahan panas teriknya matahari1 untuk memperoleh hasil yang melimpah secara halal dengan berjerih lelah sendiri. Ajaran itu memberikan su’a sebagai alat, hak dan kewajiban yang tangguh guna memperlebar huma-nya dengan tak boleh takut akan tantangan apapun. Dan bila mengalami tantangan khususnya kelaparan yang memusingkan kepala, bertanyalah kembali kepada su’a serta tanah diserahkan kepada nya dan berarti harus bertanya diri, mengapa semua itu terjadi? Ajaran itu melarang untuk berkompromi dengan kejahatan, yang merendahkan citra diri manusia, bahkan melarang pila mengintip sela dan celah lumbung orang lain dan mencuri pada malam kelam dan bermalas-malasan, serta menggelapkan barang orang. Ajaran itu telah mentradisi dari para leluhur dan menghendaki ketaatan terhadap semua tata krama kehidupan yang baik, sehingga suci adanya (ngi’i logo da milo olo).

Selanjutnya ada larangan menjelek-jelekan nama orang lain, karena dapat memboroskan waktu kerja. pokok-pokok ajaran itu mewajibkan setiap orang Ngada untuk menanami tebu serta halia atau tanaman ubi-ubian, padi, jagung untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, meningkatkan kesuburan tanah, meratakan tanah yang lekak-lekuk dan membuat teras penahan air hujan, mencegah erosi (juga erosi moral dan spiritual) hidup manusia.

Ada peringatan menjaga moralitas hidup, mencegah erosi moral dan spiritual yang menjadi dasar tata pembagian kelompok kemasyarakatan dalam tradisi budaya Ngada (citradiri)2 yang disebut ada kelompok Ga’e (meze ratuka’e), Ga’e kisa dan So’o (ho’o)wena naja .orang Ngada diperingatkan untuk mengusahakan dan melestarikan kesuburan tanah dengan pupuk hijau seperti menanam turi, kemiri dan kelapa atau tanaman keras lainnya demi kesejahteraan keluarga.

Ajaran itu mendidik orang Ngada untuk tidak menguasai tanah milik orang lain serta memaksakan kehendak tetapi harus hidup hemat dengan perhitungan yang cermat, tidak boros serta mengadakan persiapan untuk musim paceklik (sedia paying sebelum hujan). orangNgada diingatkan memelihara lingkungan hidup mulai dari dirinya (pebhi weki – benah diri) dan kemudian kelingkungan yang lebih luas, agar bias diterima karena keteladanan hidup. Manusia Ngada diingatkan pula untuk mengenal jati diri yang tangguh agar yang patah bertumbuh dan yang hilang berganti. Orang Ngada sendiri harus mengganti wajah leluhurnya, tahu berbicara penuh wibawa, memelihara nama baiknya, mentaati petuah dan ajaran para tetua dalam kehidupan hariannya dan melestarikannya lewat pendidikan formal dan non formal. hukuman yang berat pelanggaran bagi orang Ngada ialah naka ta’i ka ngata. (mencuri). (Yosep Tua Demu, 2011: 101)

Sorang filosof, Jhon Locke, berkata bahwa kerja membuat manusia memiliki alasan natural akan hak milik, apa yang dihasilkan oleh keringatnya itulah miliknya, tegas Locke. Filosof ini sedang mengaitkan apa artinya orang bekerja. Karena kerja, manusia memiliki dirinya dan segala yang diperlukan untuk melanjutkan keberlangsungan hidupnya. (Armada Riyanto. Menjadi Mencintai, 2013: 121). Bagi orang ngada pantang atau haram bila mencuri hasil keringat orang lain ( naka ka ta’i ngata). Maka dari itu orang Ngada harus bekerja dengan baik untuk kelangsungan hidupnya.

1

2

  • Bibliografi
  • Lihat Juga

  • Bibliografi

    Demu Yoseph Tua, 1996. Budaya Ngada Dalam Proses Pembangunan Masyarakat Dan Gereja. Surabaya:

    Agape 73 Printing.

    Fernandez, Stephanus Ozias. 1990. Kebijakan Manusia Nusa Tenggara Timur Dulu dan Kini. Ledalero:

    Sekolah Tinggi Filsafat Katolik.

    Riyanto, Armada, 2013. Menjadi Mencintai: Berfilsafat Teologis Sehari-Hari, Yogyakarta: Kanisius

    Suwando Bambang, 1998. Adat Isti Adat Daerah Nusa Tenggara Timur. Jakarta: Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan Pusat Penelitian Dan Pencatatan Kebudayaan Daerah.


    Lihat Juga

    Mosa keso uli ana koda:Bahasa Flores-Ngada –gaya kepemimpinan tradisi Ngada  Ka Nua-Bahasa Ngada- Pesta Kampung Baru (Kampung Adat)  Ja’i-Bahasa Flores Ngada- Tarian Persaudaraan 

    Oleh :
    Eduardus Madha ()