Mosa keso uli ana koda:Bahasa Flores-Ngada –gaya kepemimpinan tradisi Ngada
Pu’u zili giu- pu’u zili gema- su’i o uwi (dari temapat yang sangat jauh dan gelap, itulah pokok ajarannya), zili meko da tere tolo dara sa ulu roro, su’i o uwi (terdapatlah sumber terang dari atas yang memberi sinar kehidupan kesegala penjuru, itulah pokok ajarannya), dia nenga jo jo dia su’i o uwi (semakin dekatlah datangnya, itulah pokok ajarannya), da lete wi go koba leke , dheko wi kawi kao, su’i o uwi (dengan menerobos hutan belantara, itulah pokok ajarannya), zili selo one, su’i o uwi ( telah tibalah di Selo, itulah pokok ajarannya), zili da pakohga ne’e rajo, su’i o uwi (telah dibangunkanya sebuah kapal, itulah pokok ajarannya), zili da wake gha dhapi mangu, su’i o uwi (telah ditegakan tiang agung perahunya, itulah pokok ajarannya), zili da webha gha dhapi laja, su’i o uwi (di sana telah dibentangkan layarnya, itulah pokok ajarannya), zili da peda gha tuku, su’i o uwi (telah dirangkul kayunya, itulah pokok ajarannya), zili da kesogha uli, su’i o uwi (telah diputar haluannya, itulah pokok ajrannya), zili de keso go uli molo, su’i o uwi (putarlah haluan dengan tepat, itulah pokok ajrannya), zili mesi mite, zili laja nga rie-rie, su’i o uwi (telah ditengah lautan, layar sayup-sayup kelihatan, itulah pokok ajrannya), dia nenga jo jo dia (telah kian kemari datangnya, itulah pokok ajrannya). (Yosep Tua Demu, 2011: 67)
Syair di atas dapat diartikan sebagai serangkaian perjalanan secara utuh. Dari tempat yang sungguh gelap itu terbitlah terang yang menyinari kegelapan ke seluruh penjuru dunia. Sinar penuntun itu bergerak semakin mendekat sambil menerobosi hutan belantara yang lebat. Mereka tiba disuatu temapt yang bernama Selo. Di sana mereka mengerjakan sebuah perahu basar dengan tiang agungnya, setelah layarnya dipasang, sauhnya diangkat, mereka berlayar mengarungi lautan lepas. Sambil jurumudinya menentukan haluan arah yang tepat. Mereka berlayar semakin mendekat menuju ke ruamah ini.
Selanjutnya bait-bait di atas mengisahkan pelayaran mengarungi lautan itu walaupun pemimpin-pemimpinya tidak disebut-sebutkan namanya. Tetapi dalam kisah pelayaran itu sudah jelaslah bahwa: ada ajaran pokok yakni su’i uwi. Di dalamnya tersirat pokok ajaran yang mengatur perilaku manusia . karena itu pada pesta reba, su’i uwi wajib diucapkan setiap baitnya secara tertib oleh pemimpin su’i uwi yakni ketua suku dalam kesatuan hukum masyarakat hukum adat yaitu woe. Ada terang kehidupan yakni meko. Pada bait pertama dalam ajaran pokok disebutkan , pu’u zili giu, pu’u zili gema berarti berasal dari kejauhan yang gelap. Pada bait disebutkan meko da tere tolo da dara sa ulu roro berarti berasal dari sumber terang yang terpancar dari atas menyinari seluruh dunia dan segi-segi kehidupan manusia. Di sini tersirat bahwa dari keadaan yang gelap gulita, mereka dipimpin dan dibimbing oleh sumber terang. Terang itu yang mengantar mereka berpindah.
Ada proses perpindahan dari satu tempat ke tempat lain. Dia nenga jo jo dia, kini sudah semakin datangnya, menunjukan bahwa ada suatu proses perpindahan yang melewati dan harus menerobosi hutan belantara. Di Selo mereka membangun perahu. Lalu mereka sampai pada temapt yang mereka beri nama Selo. Di situ mereka membangun sebuah perahu serta dilengkapi dengan segala keperluan pelayaran seperti tiang agung perahu, tiang layar, sauh dan dayung.
Namun yang jelas bahwa ada mosa yang disebut mosa ana koda (nakoda) yang memimpin pelayaran, ada mose keso uli tange dala (jurumudi) yang mengemudikan perahu berdasarkan sinar bintang penunjuk arah. Mosa keso uli dan mosa ana koda adalah pemimpin pendamping yang punya pendirian dan mengambil keputusan yang baik dan tepat serta tahu tugas yakni jalanya perahu di laut serta pemimpin kelompok (woe). Jadi jelaslah bahwa mosa keso uli ana koda adalah pemimpin woe atau pemimpin kelompok. Jelas bahwa orang Ngada itu mengenal ajaran pokoknya yakni su’i uwi yang diperingati tiap tahun serta mengenal pula pemimpin-pemimpin yang disebut mosa keso uli ana koda..(Yosep Tua Demu, 2011: 68-69)
Pengertian tentang gaya kepemimpinan mosa keso uli ana koda, mosa terdiri dari dua kata yakni: mo = menahan dan sa= menyatakan, menyerukan sebagai tanda kehormatan. Mo- sa berarti menahan, menyatakan, menyerukan, mempertahankan pernyataan-pernyataan. Jadi mosa adalah orang yang mengatur, dan mempertahankan pernyataan-pernyataan yang bermanfaat bagi masyarakat serta merupakan suatu panggilan kehormatan karena fungsi sosialnya.
Bagi orang Ngada, Mosa keso uli ana koda adalah team pemimpin yang mengatur team pelayaran itu. Merekalah sungguh mosa dalam arti sesungguhnya. Selanjutnya pada kesempatan adat bhei ngadhu untuk ditegakan pada suatu tempat di pelataran kampung, mosalah yang berdiri, pada batang ngadhu bagian pangkal (saka pu’u) dan bagian pucuk (saka lobo-ngalu). Merekalah pemimpin-pemimpin woe yang biasanya disebut keso uli ana koda dan disebut mosa woe (pemimpin suku)
Pengertian
Keso uli terdiri dari
Keso tekan sambil memutar
Uli menahan
Keso uli memutar sambil menahan
Keso uli berarti juru mudi atau pemegang kemudi. Dalam pengertian lembaga adat Ngada berarti pemimpin yang mengemudi dan menata hidup masyarakat. Ana koda berarti nakoda- pemimpin yang mengarahkan agar dapat mencapai tujuan. Dari temapt yang penuh kegelapan sampai ke lenge lapu (Aimere) nama pemimpin-pemimpin rombongan yang berpindah itu tidak dikenal. Namun setelah mendarat namanya disebutkan yakni Oba ne’eNangada se wae bata, Oba dan Nanga yang mengarungi lautan, sehingga mendarat di tanah tujuan yaitu tanah Roja (Ngada), jadi keso uli ana koda adalah mosa-pemimpin-pemimpin utama, sekaligus menjadi leluhur pokok orang Ngada yang diakui hingga sekarang ini. Namanya tetap disebut yakni oba ne’e nanga.
Dari cerita bernilai sejarah tersebut di atas, maka terbetik dalam siratanya bahwa kepemimpinan leluhur Oba ne’e Nanga sungguh penuh kebijaksanaan dan dalam kebersamaan menimbang rasa, memimpin perjalanan sehingga mampu menyelamatkan pengikut-pengikutnya.
Kualitas kepemimpinan ini dilembagakan dalam ungkapan keharusan kepemimpinan Ngada sejak kala itu hingga kini, maku-maku ana ngalu, be’o-be’o ana eko yang berarti bijak-bijaklah memimpin dan waspadalah. Pemimpin yang bijaklah yang mampu menyelamatkan pengikut-pengikutnya yakni anggota masyarakatnya dan kepentingan masyarakat menjadi tujuan utama. Karena itu pemimpin diatributkan dengan nunu da rada bata, fao masa kedhi banga wea, ( pemimpin itu ibarat pohon beringin yang menaungi akar rumputan, yang kotor dan yang mengotorkan dipinggirkan, yang bersih diketengahkan, serta menimbuni yang lekak lekuk jadi batu ceper yang rata), dengan pengaruhnya yang mampu mengimbangi kepemimipinan sportif, partisipatif, dan diaologis, yang merupakan trend gaya kepemimpinan masa kini.
Maka gaya kepemimpinan tradisi itu dapat juga menjadi pantun kepemimpinan anak Ngada segala zaman, tanapa melenyapkan konteks pribadi dan masyarakat. (Yosep Tua Demu, 2011: 74-75)
Kerja sama merupakan konsekuensi logis dari kodrat kita sebagai mahluk sosial. Setiap kita pasti berinteraksi dan bekerja sama dengan orang lain. Wujud dari kerja sama adalah terbentuknya forum bersama sebagai sarana untuk menyuarakan apa yang menjadi kepentingan bersama. Dengan adanya kerja sama maka hidup lebih bermutu, bermakna, damai dan bahagia tidak hanya sekedar impian, tetapi menjadi nyata dalam kehidupan. (Pius Pandor ,Seni Merawat Jiwa, 2014: 204). Kerja sama yang ditunjukan masyrakat Ngada awali membawa mereka pada kejayaan hidup hingga saat ini. Dan apa yang sudah ditanamkan sejak awal tetap dipertahankan.
Bibliografi
Demu Yosep Tua, 2011. Mutiara-Mutiara Budaya Ngada yang Berceceran dalam proses pembangunan masyarakat dan Gereja. Surabaya: Ardent.
Pandor Pius, CP, 2014. Seni Merawat Jiwa: Tinjauan Filosofis. Jakarta: Obor
Lihat Juga
Eduardus Madha ()