Ensiklopedia Filsafat Widya Sasana
| Tentang EFWS

1. Bou (bahasa Ende, NTT : kumpul keluarga sebelum menghantar belis/mas kawin).


Dalam bahasa Ende, kata bou artinya kumpul (Mbete 2006 : 48). Tetapi kalau dalam adat-istiadat daerah Ende, kata bou artinya kumpul keluarga sebelum menghantar belis (mas kawin). Menghantar belis (mas kawin) yang dimaksudkan disini adalah belis dari klan laki-laki diantar ke rumah klan perempuan. Ada banyak bentuk-bentuk teminologi kumpul keluarga dalam adat daerah Ende sebelum melakukan pengantaran belis, diantaranya adalah bou, kesa zaka, dan minu ae petu. ketiga terminologi tersebut mempunyai arti dan tujuan yang sama yaitu kumpul keluarga, terlebih khusus keluarga klan laki-laki untuk melakukan perundingan dalam menghantar belis (mas kawin) ke klan perempuan (Arndt, 2002 : 78). Istilah dalam bahasa Endenya berbeda-beda.

Bou seperti yang sudah kita ketahui dari judul di atas yaitu kumpul keluarga sebelum menghantar belis (mas kawin), kesa zaka artinya keluarga tetangga atau adik dan kakak yang sudah berkeluarga diundang berkumpul untuk menambah barang atau berupa juga binatang untuk klan laki-laki sebelum diantar ke rumah perempuan untuk memenuhi tuntutan dari keluarga perempuan. Kesa zaka artinya bantu untuk menambah. Sedangkan minu ae petu artinya juga sama, hanya istilah yang digunakan dalam bahasa daerah Ende berbeda. Minu ae petu artinya minum air panas (minum air panas yang dimaksdukan disini hanyalah sebuah istilah tetapi dalam perkumpulan tersebut ada makan, minum tuak dan lain-lain) dalam kumpul keluarga untuk membicarakan tentang pengantaran belis (mas kawin) dari klan laki-laki ke klan perempuan. Jadi keluarga klan laki-laki berkumpul untuk berunding bagaimana untuk mengahantar belis (mas kawin). Yang saya mau uraikan disini adalah tentang bou yang artinya kumpul keluarga sebelum menghantar belis (mas kawin).

Keterlibatan keluarga dalam acara bou sangat banyak. Tetapi yang paling inti disini adalah tua adat yang disebut dengan mosalaki. Kehadiran mosalaki disini sangat penting. Kehadiran mosalaki disini bukan hanya di acara-acara adat tertentu saja melainkan semua acara adat dan juga acara-acara lain. kehadiran mosalaki sangat penting yaitu untuk membicarakan soal adat dalam kumpul keluarga (bou) dan apa-apa saja yang harus dihantar ke rumah klan perempuan. Mosalaki berunding dengan orang tua, om, adik kakak dari klan laki-laki serta semua yang hadir dalam acara bou untuk berbicara tentang belis atau mas kawin apa saja yang harus dihantar ke keluarga klan perempuan. Dalam acara bou (kumpul keluarga) semua mas kawin di simpan di tengah-tengah perkumpulan keluarga, baik itu uang, emas dan mas kawin lainnya serta seluruh binatang diikat di halaman rumah.

Untuk acara bou biasanya keluarga dari klan laki-laki yang tinggalnya berjauhan, semuanya datang untuk hadir dalam acara tersebut, agar mereka tau bahwa berapa jumlah belis atau mas kawin yang akan dihantar ke keluarga perempuan. Jumlah belis (mas kawin) yang mau dihantar oleh klan laki-laki harus diketahui oleh semua anggota keluarga, karena itu penting untuk masa depan, dan itu sudah menjadi tradisi dalam daerah Ende. Bou (kumpul keluarga sebelum menghantar belis/mas kawin) sudah menjadi tradisi dalam kebudayaan Ende. Apabila terjadi perkawinan dalam kebudayaan Ende, sebelum menghantar belis harus melakukan acara bou terlebih dahulu demi memenuhi tuntutan keluarga dari klan perempuan, karena dalam perkawinan kebuadayaan Ende, klan laki-laki harus menghantar belis ke keluarga klan perempuan dan sebelum menghantar belis (mas kawin), keluarga dari klan laki-laki harus melakukan bou terlebih dahulu. Acara bou biasanya sangat meriah dan biasanya dilakukan di keluarga klan laki-laki.

Dalam melakukan bou (kumpul keluarga) semua keluarga yang diundang untuk datang menghadiri acara tersebut baik itu adik kakak (bahasa Ende : ari ka’e), dan keluarga-keluarga yang lain yang diundang untuk datang saat acara tersebut, membawa serta barang-barang yang sudah diberitahukan oleh keluarga klan laki-laki sebelumnya. Membawa barang-barang dengan maksud untuk menambah banyaknya belis (mas kawin) dari klan laki-laki untuk di bawah ke keluarga klan perempuan. Biasanya sebelum melakukan bou, keluarga klan laki-laki menyuruh delegasi berupa dua orang anak mudah untuk memberitahukan semua keluarga untuk datang menghadiri acara bou, dan membawa serta barang-barang yang sudah diberitahukan sebelumnnya. Barang-barang tersebut berupa gelang emas, cincin, kalung, dan bisa juga berupa binatang. Itu semua bukan dibawahkan sekaligus melainkan kalau ada, misalnya kalau ada cincin bisa membawa cincin dan yang lainnya tidak perlu, karena itu semua hanya menambah keluarga klan laki-laki untuk menghantar belis ke keluarga perempuan.

Keterlibatan orang dalam acara bou yaitu sangat banyak, karena semua keluarga datang untuk hadir. Tetapi yang paling utama disini adalah kehadiran seorang mosalaki (tua adat). Sudah menjadi tradisi seorang mosalaki harus hadir dalam acara bou (kumpul keluarga). Mosalaki tidak bisa hadir dalam acara tersebut kecuali halangan sakit berat. Berlangsungnya acara bou, yang pertama adalah membuat dhera ka pati embu kajo (memberi makan untuk para leluhur). setelah itu dilanjutkan dengan diskusi tentang belis/ mas kawin yang mau dihantar ke keluarga klan perempuan. Biasanya yang hadir dalam diskusi tersebut adalah mosalaki (tua adat), ayah, ibu, kakak dan adik dari klan laki-laki, om, dan bapak-bapak undangan yang dipilih. Setelah selesai diskusi tentang belis dan semuanya sudah setuju maka dilanjutkan dengan gawi naro (tarian adat Ende).

Nila etis yang bisa kita petik dalam acara bou adalah kebersamaan, dalam arti semua keluarga membantu keluarga yang berkekurangan atau yang tidak mampu untuk menghantar belis ke keluarga klien perempuan. Singkat kata, bou merupakan saling membantudalam kehidupan bersama untuk menutupi kekurangan.

  • Bibliografi
  • Lihat Juga

  • Bibliografi

    Mbete, Aron Meko, 2006. Kazanah Budaya Lio-Ende. Denpasar : Pustaka Larasan.

    Arndt, Paul, 2002. Du’a Ngga’e. Wujud tertinggi dan upacara keagamaan di wilayah Lio (Flores tengah). Terjm. Yosef Smeets SVD dan Kletus Pake. Seri etnologi Candraditya, no. 2. Maumere : Puslit Candraditya.


    Lihat Juga

    1. Rongi (bahasa Ende, NTT : membuka lahan atau kebun baru atau menanam pohon untuk dijadikan sebagai hutan lindung).  2. Supu (bahasa Ende, NTT : kerja sama).  3. Tarian Dowe Dara (bahasa Ende, NTT : tarian saat menanan tanaman). 

    Oleh :
    Vincensius Mengga ()