Ensiklopedia Filsafat Widya Sasana
| Tentang EFWS

3. Tarian Dowe Dara (bahasa Ende, NTT : tarian saat menanan tanaman).


Disuatu wilayah di kabupaten Ende, di Nusa Tenggara Timur terdapat sebuah jenis tarian yang disebut dengan tarian dowe dara yang artinya tarian saat menanam tanaman dan itu merupakan sebuah ritual dalam daerah Ende yang terdapat di Nusa Tenggara Timur. Ritual ini biasanya terjadi pada bulan-bulan oktober pada saat mulainya tanam padi, jagung dan lain-lainnya yang di tanam di ladang.

Tarian dowe dara merupakan sebuan tarian dari daerah Ende yang dilakukan saat menanam tanaman. Para penari terdiri dari 2 (dua) kelompok yaitu kelompok laki-laki dan kelompok perempuan, dengan tempat untuk upacara ritual adat yaitu di uma (ditengah-tengah ladang). Tarian dowe dara (tarian saat menanam tanaman) merupakan bagian dari jenis tarian gawi (tarian daerah kabupaten Ende). Semua gerakan dan aturan-aturan dalam tarian dowe dara sama dengan tarian gawi, karena tarian dowe dara merupakan bagian dari jenis tarian gawi itu sendiri. Tempat berlangsungnya ritual tersebut harus dilaksanakan di kebun yang sudah dibersihkan dengan baik dan rapi (Mite, 2015 : 22).

Keterlibatan orang dalam melakukan tarian tersebut sangat banyak. Jumlahnya bisa sampai lima puluh atau enam puluh orang yang terdiri dari laki-laki dan perempuan yang terpilih, artinya mereka-mereka yang senior yang pakar dalam membuat tarian tersebut. Kelompok tarian terdiri dari dua kelompok yaitu kelompok perempuan dan kelompok laki-laki. Kalau seandainya jumlah anggota enam puluh orang, berarti anggotanya di bagi menjadi tiga puluh orang perempuan dan tiga puluh orang laki-laki. Tetapi kalau seandainya jumlah anggota lima puluh orang berarti jumlah laki-laki harus lebih dari jumlah perempuan, berarti jumlah laki-laki harus tiga puluh dan jumlah perempuan harus dua puluh orang. Mengapa demikian? Karena menurut adat-istiadat setempat laki-laki harus berjumlah lebih banyak karena laki-laki merupakan pemegang kekuasaan tertinggi baik dalam pekerjaan maupun dalam rumah tangga.

Tariannya berbentuk lingkaran. Dipimpin oleh seorang yang pintar dalam menyanyikan sodha (nyanyian khusus untuk gawi), nyanyiannya berkisar antara permintaan terhadap para leluhur agar merasa belaskasihan terhadap semua warga yang akan melakukan tanam-menanam di kebun. Penyanyinya harus bersuara yang keras dan bernuansa sedih. Penyanyi sodha biasanya berjumlah dua orang. Proses berlangsungnya tarian dowe dara adalah tariannya berbentuk lingkaran dan terdiri dari dua kelompok yaitu kelompok perempuan dan kelompok laki-laki. Kelompok perempuan berada di dalam lingkaran laki-laki sedangkan lingkaran laki-laki berada di luar lingkaran perempuan. Lingkaran perempuan merupakan lingkaran penuh sedangkan lingkaran laki-laki hanya membuat setengah lingkaran dengan maksud agar apabila ada orang lain yang berminat untuk ikut bergabung dalam tarian gawi dowe dara, tinggal masuk lewat pintu yang dibuat oleh kelompok laki-laki yang hanya membuat setengah lingkaran.

Dalam tarian tersebut ada yang namanya eko wawi (ekor babi) yang merupakan dua orang dari kelompok laki-laki yang urutannya paling terakhir. Mereka itulah yang memberi semangat kepada semua kelompok gawi dowe dara. Dalam lingkaran, baik kelompok laki-laki maupun kelompok perempuan, tangannya harus saling berpegangan sebagai simbol dari kebersamaan dalam hidup. Dua orang yang melakukan sodha (nyanyian khusus untuk gawi dowe dara) harus berada di dalam lingkaran perempuan. Sodhanya bergantian. Kalau seandainya si A sementara sodha (nyanyian gawi) si B tetap berada di dalam lingkaran dan melakukan tarian. Setelah si A selesai mennyanyi (sodha) lalu si B langsung menyambung agar nyanyiannya tidak terputus dan tidak mengganggu berlangsungnya tarian dowe dara. Nyanyiannya menggunakan bahasa daerah bukan bahasa Indonesia.

Dalam tarian tersebut kehadiran seorang mosalaki (tua adat) sangat penting, dan beliau juga harus ikut bergabung dalam tarian tersebut dan termasuk dalam bagian kelompok laki-laki. kalau seandainya mosalaki sudah tua, paling kurang beliau ikut melakukan tarian beberapa menit lalu bisa istirahat sebagai simbol partisipasi dalam kebersamaan warga (Mite ,2015 : 24).

Tarian dowe dera berlangsung di kebun mosalaki. Kebun yang sudah dibersihkan dengan baik dan di dalam lingkaran perempuan ada semacam tugu kecil yang dalam bahasa Endenya di sebut tubu musu (tugu), jadi tarian gawi dilakukan mengelilingi tubu musu (tugu) tersebut. Busana yang harus digunakan yaitu, perempuan menggunakan lawo lambu Ende (sarung dan baju khas orang Ende) sedangkan laki-laki menggunakan busana lain dari perempuan yaitu menggunakan zuka (sarung), menggunakan podi (kain kecil yang diikat di kepala), tidak menggunakan baju hanya menggunakan salendang yang diikat di bahu dan miring ke pinggang kanan lalu di jepit dengan painiti. Itulah busana yang digunakan dalam tarian gawi dowe dara laki-laki dan perempuan.

Nilai etis yang bisa diambil dalam tarian gawi dowe dara ( tarian saat menanam tanaman) adalah kebersamaan dalam melakukan tanam-menanam di kebun. Dalam melakukan tarian dowe dera, tangan saling berpegangan artinya semua harus saling membantu, sehati sejiwa (se’ate se ndere) bekerja sama untuk kepentingan hidup kita bersama.

  • Bibliografi
  • Lihat Juga

  • Bibliografi

    Mite, Stanislaus, 2015. Memahami Tarian Gawi Dalam Masyarakat Lio (tinjauan antropologi filosofis). Malang : sekolah Tinggi Filsafat Teologi Widya Sasana.

    Bato, Merlin.Sejarah Dan Kalimat Adat Kebudayaan Suku Ende-Lio Flores, (http://www.marlin-bato.com/2010/01/sara-lio-bahasa-lio.html), diakses 13 mei 2017.


    Lihat Juga

    1. Rongi (bahasa Ende, NTT : membuka lahan atau kebun baru atau menanam pohon untuk dijadikan sebagai hutan lindung).  1. Bou (bahasa Ende, NTT : kumpul keluarga sebelum menghantar belis/mas kawin).  2. Supu (bahasa Ende, NTT : kerja sama). 

    Oleh :
    Vincensius Mengga ()