Bapumung (Dayak Bakati dari Kalimantan Barat, Bahasa Bakati: Hal, Meminta ijin).
Bapumung (meminta ijin) adalah sebuah doa permohonan ijin yang sudah diyakini masyarakat Dayak Bakati di Desa Baremada, secara turun temurun, untuk meminta ijin menebang pohon yang ada di sekitar lahan ketika membuat ladang. Bapumung (Permohonan ijin) tersebut dilakukan dengan tujuan untuk menghindari bahaya yang akan menimpa kita ketika bekerja. Maka dengan Bapumung (meminta ijin), berarti kita terhindar dari bahaya dan malapetaka.
Di tempat asal saya yaitu di Kalimantan Barat, tempatnya di Dusun Lamolda, Desa Baremada, Kecamatan. Lumar, Kabupaten Bengkayang, Provinsi Kalimantan Barat, terdapat sebuah ritual Bapumung. Ritual ini dilakukan ketika kita hendak memulai menebas ladang ataupun menebang pohon di ladang. Maka sangatlah penting bapumung (meminta ijin) ini dilakukan sebelum kita memulai pekerjaan ketika membuat ladang.
Tradisi berladang merupakan tradisi yang tidak dapat dipisahkan dari orang Dayak (Andik, 2008:45). Dalam tradisi ini masyarakat Dayak Bakati sejak awal hingga akhir selalu mengutamakan kearifan lokal serta selalu meminta petunjuk kepada Jubata (Tuhan). Salah satunya lewat ritual Adat Bapumung (meminta ijin).
Bagi Masyarakat Dayak Bakati yang ada di Baremada hutan itu adalah saudara dan sahabat. Karena hutan selalu menyediakan dan memberikan apa yang kita ingikan. Sampai saat ini masyarakat Dayak Bakati masih tergantung pada alam. jadi tidak heran alam itu adalah saudara dan sahabat bagi mereka.
Paling mendasar dalam masyarakat dayak yaitu keberadaan hutan, tanah, dan sungai tidak bisa dipisahkan dalam kehidupan (Andika, 2008:80). Ketiga komponen ini sangat berarti dan harus dijaga demi keberlangsungan hidup. Karenanya masyarakat dayak bakati selalu merawat dan memanfaatkanya sesuai dengan kearifan lokal yang selalu dijunjung tiggi.
Misalnya hutan, melalui berbagai pertimbangan dan ajaran yang diajarkan oleh nenek moyang, masyarakat akan memanfaatkanya dengan berladang, setelah berladang lalu ditanami karet, pohon durian, pohon tengkawang dan jenis-jenis pohon-pohon yang ramah lingkungan. Salah satunya Bapumung (meminta ijin) ini adalah cara untuk menjaga kelestarian alam, sehingga tidak semua pohon dapat ditebang dengan begitu saja tanpa harus Bapumung dulu.
Ketika orang menebang pohon tanpa ijin dia akan terkena musibah. Musibahnya entah orang itu bisa jatuh sakit, atau keluarganya yang sakit. Sakitnya bisa berbulan-bulan, diakibatkan menebang pohon tanpa ijin tersebut. makja sangatlah penting bagi kami orang dayak ketika menebang pohon besar harus Bapumung (meminta ijin) dulu sebelum menebang pohon.
Pandangan Masyarakat Dayak Bakati kalau setiap pohon yang besar itu ada penunggunya. Entah itu dari leluhur atau pun bukan, maka orang tua sering mengajarkan kepada anak-anaknya untuk selalu menghormati pohon. Penghormatan tersebut yaitu dengan cara meminta ijin (Bapumung).
Bapumung itu tidak rumit tanpa harus menggunakan bahan sesajen. Kita cukup berbicara seperti orang berdoa. Sesudah itu barulah kita boleh menebang pohon yang hendak kita tebang. Singkat kata permohonannya itu seperti ini “amba panjage kayu diah asipu ikup, kai sungkut kup ngate nabut kayu diah. Kai mohon ikup kati baji ge kai untuk nabut kayu diah,” (nenek kami yang sebagai penjaga pohon ini, siapapun kalian kami cucuk kalian ingin menebang pohon ini. (Kami mohon kalian tidak marah ketika kami menebang pohon ini). Jadi kalau sudah Bapumung, kita tidak perlu hawatir lagi untuk menebang pohon-pohon tersebut.
Hal-hal yang kecil seperti itu terkadang kita tidak perhatikan dan tidak peduli. Pada hal kita hidup dari alam dan belajar dari alam jadi perlu kita untuk mengerti dan memahami alam. Masyarakt Dayak sangat menghargai hal ini, ketika sudah berladang, lahan yang dibuat ladang tersebut bisa digunakan untuk tanam sayur-sayuran dan buah-buahan. Tempat tersebut bisa juga digunakan dua kali untuk berladang.
Selain itu juga tanah yang sebagian digunakan untuk buat kebun sahang (lada). Kebanyakan seperti itu, agar tanah yang sudah digunakan dapat beralih pungsi dengan baik dan tetap menjaga kelestariaan alam. (Borrong, 1999:153) mengatakan alam sendiri mempunyai makna sebagai penompang kehidupan, maka alam patut dihargai dan diperlakukan dengan baik. Maka dalam aspek ini masyarakat Daya Bakati ketika membuat ladang mereka tidak semata melihat alam itu hanya dapat menghidupi manusia saja tetapi juga demi ekosistem yang lainnya serta demi alam itu sendiri.
Oleh karena itu, manusia harus menjaga dan memilihara alam untuk kepentingan bersama atau kepentingan semua. Dalam hal ini orang harus belajar dari para leluhur kita yang begitu menghargai alam dan mencintai alam. Kata Bapumung tersebut membuat orang tidak berani untuk menebang pohon sembarangan. Karena setiap pohon ada penghuninya. Mereka lah yang melarang kita untuk tidak menebang pohon begitu saja tanpa permisi dan ijin dari mereka (para leluhur).
Wajar saja ketika ada yang menebang pohon tanpa ijin dan untuk kepentingan diri sendiri, dia akan terkena musibah. Hal itu sering terjadi pada mereka yang kurang menghargai tradisi dan alam. Penting sekali dari kita untuk mematuhi apa yang sudah baik dibuat oleh Nenek Moyang kita dan patut kita teruskan. Hal yang jahat kita buang sedangkan yang baik kita lanjutkan.
Terutama dalam membuat ladang, yang diawalinya dengan tradisi “Nyabakng” lalu sesudah itu kita lanjutkan dengan Bapumung (memeinta ijin) lagi ketika sudah berada di tempat lokasi yang akan digarap untuk membuat ladang. Semua itu adalah bagian dari penghargaan kita terhadap alam. Alam yang kita jaga dan kita lestarikan akan membuat hidup kita menjadi baik, karena dalam diri manusia itu sendiri adalah bagian dari alam (bdk Borrong, 1999:153).
Memiliki keprihatinan terhadap semua mahluk dan merasa sedih kalau alam diperlakukan sewenang-wenang. Alam harus dilestarikan dan tidak dikuasai. Pentingnya kita melindungi dan memilihara serta menghargai alam, tidak semua orang dapat mengerti dan memahami tanda-tanda dari alam. Kapan saja alam itu bisa marah pada manusia. Jika alam sudah murka, tidak satupun manusia dapat menghentikannya, karena alam berkuasa atas manusia, bukan manusia berkuasa atas alam.
Dalam sebuah bait kebijaksanaan dari Kitab Mazmur terdapat kalimat indah demikian: siapa yang memerintah sehingga matahari itu tidak terlambat terbit setiap paginya (Riyanto 2013:30)? Betapa indahnya syair yang dituliskan oleh pemazmur, sehingga ia begitu mengagung-agungkan Tuhan. Demikian juga dengan alam yang menjadi tempat dan rumah kita ini. Alam menjadi tempat yang paling sentral bagi hidup manusia.
Bibliografi
Borong Robert P, 1999., Etika Bumi Baru. Jakarta: Gunung Mulia.
Andika, 2008., Dange, Pontianak: ,Kalimantan Review.
Riyanto, Armada, : 2013., Menjadi Mencintai. Yogyakarta: Kanisius.
Lihat Juga
Borremius Buyono ()